Anak Indonesia Berisiko Alami Penyakit Langka Neurofibromatosis Tipe 1
Anak di Indonesia berisiko mengalami penyakit langka diantaranya Neurofibromatosis Tipe 1 (NF1).
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Anak di Indonesia berisiko mengalami penyakit langka diantaranya Neurofibromatosis Tipe 1 (NF1).
Merujuk data Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) ada sekitar 27 juta orang Indonesia berisiko mengalami penyakit langka.
Baca juga: Mengenal Moyamoya, Penyakit Langka Pemicu Stroke di Masa Muda, Usia 3 Tahun Bisa Terserang
Jika dirinci 50 persen di antaranya adalah anak-anak, dan 30 persen dari mereka tidak bertahan hidup hingga usia lima tahun.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid dalam kegiatan memperingati Hari Kesadaran Neurofibromatosis Sedunia (World NF Awareness Day) setiap tanggal 17 Mei, yang digelar AstraZeneca di Jakarta.
Baca juga: Mengenang Babe Cabita, Tetap Menghibur meski Sedang Idap Penyakit Langka
"Pada tahun 2024, sekitar 75 persen kematian di Indonesia disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM), termasuk penyakit langka seperti NF1," tutur dia.
Data menunjukkan Neurofibromatosis Tipe 1 (NF1) memengaruhi 1 dari 3.000 anak-anak di seluruh dunia, termasuk sekitar 120 bayi yang lahir setiap hari.
NF1 adalah penyakit langka paling umum terdeteksi pada anak usia dini dengan adanya perubahan pada kulit atau tumor saraf.
NF1 biasanya ditandai dengan munculnya bercak café-au-lait pada kulit, neurofibroma (tumor pada saraf), serta gangguan lain seperti kesulitan belajar.
Sejumlah kasus telah tercatat di Indonesia yaitu, pada anak usia 8 tahun, anak usia 12 tahun hingga orang dewasa yang mengalami komplikasi berupa tumor
Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak
Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), Dokter Spesialis Anak mengatakan, gejala awalnya sering tidak dikenali sebagai bagian dari penyakit, padahal bisa berkembang menjadi tumor di jaringan saraf dan berdampak pada berbagai organ.
Penanganan NF1 tidak bisa dilakukan oleh satu spesialis saja—ini adalah kondisi yang membutuhkan kolaborasi dari tim medis multidisipliner sejak awal.
"Jika dikenali dengan tepat, diagnosis sebenarnya tidak sulit ditegakkan. Namun dalam praktiknya, banyak gejala awal yang tidak disadari, sehingga penanganan sering terlambat," ungkap Prof Damayanti.
Dokter Spesialis Anak subspesialis Neurologi Anak, Konsultan Neurologi Anak
dr. Amanda Soebadi, Sp.A(K), MMed ClinNeurophysiol menambahkan, pada kasus dengan neurofibroma pleksiform, penanganan menjadi semakin kompleks karena risiko nyeri, gangguan fungsi, hingga transformasi menjadi tumor ganas.
Kondisi ini membutuhkan pemantauan jangka panjang dan pendekatan multidisipliner untuk mengelola komplikasi dan menjaga kualitas hidup pasien.
Saat ini, pembedahan merupakan salah satu terapi utama untuk menangani NF1, terutama bila tumor menekan organ vital atau mengganggu fungsi tubuh.
Kemenkes Pastikan Stok Obat Kusta di Papua Barat Tersedia: Masih Cukup |
![]() |
---|
Penjelasan Dokter Kondisi Anak Cacingan di Bengkulu: Banyak Sekali Cacing di Usus Halus dan Besar |
![]() |
---|
Transplantasi dari Donor Meninggal Dunia Jadi Harapan Baru Pasien Gagal Ginjal |
![]() |
---|
Obesitas Ancam Anak Indonesia, Wamenkes Singgung Rencana Sugar Tax |
![]() |
---|
Respon Menkes Soal Tuduhan Intervensi Asing dalam Label Nutrisi ‘Nutri-Grade’ |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.