Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Penyebab Mundurnya Pasukan Israel dari Jabalia yang Beriring Kematian Dua Tentara IDF

IDF memutuskan menarik mundur pasukannya dari Jabalia karena menerima pukulan hebat dan tidak dapat bertahan.

khaberni/HO
Dua tentara Israel yang tewas dalam pertempuran terbaru di Jalur Gaza, yaitu Sersan. Kelas Satu (res.) Adar Gavriel, 24, dari Batalyon 6828 Brigade Bislamach, dari Kaisarea dan Sersan. Yehonatan Elias, 20, dari unit pengintaian Brigade Givati, dari Yerusalem.IDF memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari Jabalia, Gaza Utara. Analis menilai keputusan ini lantaran IDF menerima kerugian besar dari jumlah personel dan peralatan tempur di sana. 

Penyebab Mundurnya Pasukan Israel dari Jabalia yang Beriring Kematian Dua Tentara IDF

TRIBUNNEWS.COM - Pakar militer dan strategi geopolitik dari Yordania, Mayor Jenderal Fayez Al-Duwairi, Kamis (30/5/2024) menganalisis penyebab mundurknya pasukan tentara pendudukan Israel (IDF) dari kamp Jabalia, Gaza Utara.

Seperti diketahui, setelah menarik mundur pasukan paratroopers (penerjun payung), IDF juga menarik sejumlah besar pasukannya dari berbagai unit dari Jabalia.

Baca juga: Pasukan Israel Mundur dari Jabalia: Rafah Kartu Terakhir, IDF Kerahkan Para Jenderal Pembantai

Menurut Mayor Jenderal Fayez Al-Duwairi, satu di antara penyebab IDF memutuskan menarik mundur pasukannya dari Jabalia karena menerima pukulan hebat dan tidak dapat bertahan.

"IDF tahu akan menderita lebih banyak kerugian jika bertahan di Jabalia," katanya, Jumat (31/5/2024).

Al-Duwairi melanjutkan pernyataannya kepada saluran Al-Jazeera kalau tentara pendudukan Israel tidak mencapai tujuan militer apa pun selain menghancurkan rumah dan lingkungan yang damai di Jabalia

Al-Duwairi menambahkan bahwa setelah penarikan ini, akan ada penarikan lain dari sisa kamp, ​​​​Beit Lahia dan Beit Hanoun karena sengitnya pertempuran.

"Hari-hari mendatang akan membuktikan hal ini," kata dia.

Dua tentara Israel yang tewas dalam pertempuran terbaru di Jalur Gaza 2
Dua tentara Israel yang tewas dalam pertempuran terbaru di Jalur Gaza, yaitu Sersan. Kelas Satu (res.) Adar Gavriel, 24, dari Batalyon 6828 Brigade Bislamach, dari Kaisarea dan Sersan. Yehonatan Elias, 20, dari unit pengintaian Brigade Givati, dari Yerusalem.IDF memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari Jabalia, Gaza Utara. Analis menilai keputusan ini lantaran IDF menerima kerugian besar dari jumlah personel dan peralatan tempur di sana.

Umumkan Kematian Dua Tentara

Analisis Mayor Jenderal Fayez Al-Duwairi langsung terbukti saat mundurnya pasukan IDF dari Jabalia ini beriring kabar pengumuman kematian dua tentara IDF yang tewas dalam pertempuran di Jalur Gaza kemarin.

Militer Israel mengumumkan, para prajurit yang terbunuh tersebut adalah Sersan Kelas Satu (res.) Adar Gavriel, 24, dari Batalyon 6828 Brigade Bislamach, dari Kaisarea dan Sersan Yehonatan Elias, 20, dari unit pengintaian Brigade Givati, dari Yerusalem.

Menurut penyelidikan awal IDF, Gavriel terbunuh di Jalur Gaza utara dalam pertempuran dengan milisi perlawanan Palestina.

Sementara Elias terbunuh, dan Prajurit Brigade Givati ​​lainnya terluka parah, akibat dari tembakan rudal anti-tank ke arah mereka di Gaza selatan.

Dengan kabar ini, jumlah korban tewas tentara pendudukan meningkat menjadi 644 sejak tanggal 7 Oktober, 293 sejak dimulainya operasi darat pada tanggal 27 Oktober lalu.

Menurut tentara pendudukan, 3.657 tentara pendudukan telah terluka sejak dimulainya agresi di Gaza. Kondisi 568 di antaranya tergolong serius, 957 luka sedang, dan 2.132 luka ringan.

Baca juga: Tentara IDF Tewas Naik Drastis, Israel Kerahkan Ranpur Lapis Baja Pakai Remot Jarak Jauh di Rafah

Hancur Total

Kamp Jabalia yang selama ini jadi kantong pengungsian warga Palestina di Gaza Utara memang benar-benar hancur total oleh serangan mematikan Israel dari darat dan udara yang berlangsung terus-menerus selama 20 hari.

Kamp Jabalia hanya menyisakan puing bangunan yang kerusakannya sangat masif. Setelah kamp pengungsi ini hancur total, Israel menarik mundur pasukannya ke timur.

Serangan mematikan Israel ini menewaskan setidaknya 53 warga Gaza dan 357 orang terluka hanya dalam 24 jam terakhir berdasar laporan yang masuk, sebut Kementerian Kesehatan Gaza.

Sementara itu, pertempuran jalanan yang sengit dan pemboman Israel terus berlanjut di Rafah selatan.

Perang di medan terbuka tersebut menyebabkan ratusan ribu warga sipil terperangkap di zona perang dan tidak punya tempat untuk melarikan diri.

Seorang paramedis dari organisasi relawan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) menggambarkan bagaimana militer Israel menargetkan dan membunuh dua rekannya di Rafah.

Pemukiman warga Palestina di Rafah
Serangan bom Israel menyasar banyak rumah-rumah warga Palestina di Rafah, Gaza Selatan, dan mengalami kehancuran total.

Dia mengatakan petugas tanggap darurat menemukan salah satu ambulans mereka terbakar ketika mereka tiba di lokasi kejadian untuk membantu anggota PRCS Haitham Tubasi dan Suhail Hassouna, yang terbunuh.

“Saya dan rekan saya berusaha memadamkan api, namun kami menjadi sasaran utama penembakan pendudukan. Mengingat gawatnya situasi, kami terpaksa mundur dari daerah tersebut.”

Paramedis akhirnya berhasil menemukan jenazah rekannya yang hangus setelah beberapa jam.

Sejak serangan perang meletus pada 7 Oktober 2023, total 36.224 warga Palestina tewas dan 81.777 luka-luka.

Baca juga: Pasukan Israel Mundur dari Jabalia: Rafah Kartu Terakhir, IDF Kerahkan Para Jenderal Pembantai

Sementara, jumlah korban tewas di Israel akibat serangan Hamas pada tanggal tersebut setidaknya 1.139 orang, dengan puluhan orang masih ditawan di Gaza.

Situasi di Gaza 'lebih buruk dari sebelumnya'

Kepala Badan Bantuan Pemerintah AS mengatakan bencana kemanusiaan di Jalur Gaza merupakan yang terburuk sejak perang dimulai hampir delapan bulan lalu.

“Mitra kemanusiaan kami yang bekerja di Gaza memberi tahu kami bahwa kondisi saat ini lebih buruk dibandingkan sebelumnya. Operasi militer Israel dan penyeberangan tertutup membuat distribusi bantuan menjadi sangat sulit,” kata Samantha Power, administrator Badan Pembangunan Internasional AS.

Dia mengatakan serangan darat Israel yang ditentang secara luas di kota Rafah di selatan hanya memperburuk situasi.

“Konsekuensi bencana yang telah lama kita peringatkan kini menjadi kenyataan," sebutnya.

Baca juga: Bukti Visual, Bom yang Digunakan Israel dalam Pembantaian Tal al-Sultan di Rafah Buatan Amerika

Kehancuran di Gaza akibat agresi militer Tentara Israel (IDF). Setelah sepekan melancarkan operasi militer di Gaza Tengah, termasuk Kamp Nuseirat, IDF mengklaim membunuh seorang perwira senior intelijen Hamas. Setelah operasi di Gaza Tengah, IDF menyatakan akan meluncur ke Rafah untuk melakukan invasi militer darat.
Kehancuran di Gaza akibat agresi militer Tentara Israel (IDF). Setelah sepekan melancarkan operasi militer di Gaza Tengah, termasuk Kamp Nuseirat, IDF mengklaim membunuh seorang perwira senior intelijen Hamas. Setelah operasi di Gaza Tengah, IDF menyatakan akan meluncur ke Rafah untuk melakukan invasi militer darat. (khaberni/HO)

Pembukaan Penyeberangan Rafah

Terkait situasi katastropik di Gaza, Israel dan Mesir dilaporkan sepakat untuk membuka kembali perlintasan Rafah di Jalur Gaza demi penyaluran bantuan kemanusiaan.

Rencana pembukaan kembali perlintasan Rafah itu muncul setelah ada tekanan dari Amerika Serikat (AS).

Perlintasan Rafah telah ditutup sejak tanggal 7 Mei tatkala Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengambil alih perlintasan itu di sisi Gaza.

Dilansir I24 News, Mesir sebelumnya juga menolak membuka kembali sebelum perlintasan itu dikembalikan kepada pihak Palestina.

Hal itu dilakukan karena Mesir enggan dipandang terlibat dalam operasi militer Israel di Rafah.

Menurut laporan media penyiaran Israel bernama Kan, Israel sudah setuju untuk menarik pasukannya dari perlintasan itu guna memfasilitasi pembukaan perlintasan.

Sebenarnya sudah ada upaya mencari badan atau lembaga internasional untuk mengurus perlintasan itu. Namun, hingga kini belum ditemukan.

Warga Palestina berkumpul di lokasi serangan Israel di sebuah kamp pengungsi di Rafah pada 27 Mei 2024, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Hamas Palestina.
Warga Palestina berkumpul di lokasi serangan Israel di sebuah kamp pengungsi di Rafah pada 27 Mei 2024, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Hamas Palestina. (AFP/EYAD BABA)

Israel didesak izinkan lebih banyak akses bantuan

Kementerian Pertahanan AS mengatakan, operasi militer Israel di Rafah menghalangi upaya AS untuk menyalurkan bantuan dengan cara dijatuhkan dari langit.

Adapun akses darat di perlintasan Rafah masih terbatas, sedangkan dermaga darurat tak bisa digunakan setidaknya selama seminggu.

Pekan ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut, jumlah bantuan yang mengalir ke Gaza anjlok hingga 2/3-nya sejak Israel memulai invasi darat ke Rafah.

Baca juga: Pasukan Israel Mundur dari Jabalia: Rafah Kartu Terakhir, IDF Kerahkan Para Jenderal Pembantai

Hanya ada sedikit truk yang membawa bantuan karena adanya pembatasan yang diberlakukan oleh Israel, serangan udara, dan perluasan operasi baru-baru ini.

AS di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden sudah lama menegaskan, bahwa jalur darat adalah sarana paling efektif untuk menyalurkan bantuan.

Sementara itu, bantuan lewat jalur laut dan udara hanya dimaksudkan sebagai tambahan bantuan dari jalur darat.

Menurut Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) AS, ada 325 truk bantuan yang masuk ke Gaza pada hari Rabu pekan ini.

Kementerian itu mengaku tengah melakukan apa pun guna mendesak Israel agar meningkatkan jumlah aliran bantuan ke Gaza melawati berbagai pintu masuk yang memungkinkan.

Salah satunya ialah meminta ada akses terus-menerus ke perlintasan Rafah dan Kerem Shalom.

Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri AS Lloyd Austin telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Israel Yoav Gallant mengenai perlunya mempertahankan peningkatan aliran bantuan.

Austin juga menyinggung pentingnya membuka perlintasan Rafah di perbatasan Mesir-Gaza.

Sementara itu, juru bicara Kemenlu AS Vedant Patel berujar, pemerintah AS kini terlibat dalam diplomasi untuk membuka sebanyak mungkin perlintasan.

Patel mengatakan, sudah ada kenaikan dalam hal operasi militer di sepanjang Koridor Philadelphia di Rafah. Akan tetapi, dia menyebut AS belum melihat adanya “operasi militer besar-besaran”.

AS, kata dia, akan terus memantau situasi di Rafah. Patel tidak menjelaskan hal apa yang akan dianggap sebagai operasi militer besar.

Adapun juru bicara Kemenhan AS Sabrina Singh menyebut, operasi udara Israel amat berlainan dengan operasi militer darat.

“Ada cara-cara untuk melakukan serangan bertarget dari udara,” kata Singh.

“Ada terlalu banyak korban sipil baik karena serangan dari operasi darat ataupun dari udara.”

Singh berujar, AS ingin melihat warga sipil di Gaza terlindungi.

“Kami ingin melihat mereka pindah ke area yang aman,” ujarnya.

“Namun, saya ingin memastikan bahwa kami tidak sedang menyatukan dua hal yang berbeda.”

Sama seperti Patel, Singh juga menyebut AS belum melihat adanya manuver Israel berskala besar di Rafah.

“Kami terus melihat bahwa operasi itu memiliki cakupan terbatas,” ucap dia.

(oln/khbrn/*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved