Kamis, 2 Oktober 2025

Cukai Rokok Tahun Depan Tidak Naik, Begini Respon Gappri 

GAPPRI mendukung keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan.

SURYA/PURWANTO
TARIF CUKAI TAK NAIK - Buruh linting rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok Gajah Baru, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) di 2026 mendapat dukungan Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan disambut gembira Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI).

Ketua Umum Gappri Henry Najoan menyebut, keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tidak menaikkan tarif CHT, bentuk negara hadir untuk melindungi warga negaranya yang mempertaruhkan haknya untuk bekerja. 

Menurutnya, industri kretek merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. 

Namun, sektor ini telah mengalami tekanan berat sejak diterbitkannya UU 17/2023 tentang Kesehatan, serta aturan turunannya. Karena itu keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif CHT di 2026 dinilai tepat.

"Berbagai tekanan regulasi terhadap industri kretek nasional dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, Gappri meminta pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda dari negara lain," tegas Henry Najoan di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Kendati demikian, pemerintah masih memiliki pekerjaan untuk meninjau ulang beberapa regulasi.

Salah satunya, polemik Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429 - 463 berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia. 

"Kami meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan agar tidak memaksakan diimplementasikannya PP 28/2024 di saat situasi geo politik dan geo ekonomi global berdampak pada situasi di tanah air saat ini," ujarnya.

Dalam catatan Gappri, bahwa PP 28/2024 dinilai cacat hukum. Pasalnya, proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku industri hasil tembakau (IHT). 

"Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri dan perekonomian nasional yang tidak sedang baik-baik saja," kata Henry.

Baca juga: Kebijakan Kenaikan CHT Dinilai Jadi Beban Berat bagi Kalangan Pelaku Industri

"Gappri mengingatkan agar pemerintah berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024," sambungnya.

Henry pun mewanti-wanti pemerintah adanya ancaman intervensi asing terhadap kedaulatan ekonomi nasional semakin nyata. Pihak asing bekerja dengan strategi sistematis untuk melemahkan industri strategis nasional, seperti industri tembakau melalui perang narasi dan infiltrasi kebijakan.

"Mereka menggunakan proksi Kementerian kita sendiri. Padahal, industri hasil tembakau memiliki peran vital dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," kata Henry.

Baca juga: Serikat Pekerja Minta Pemerintah Deregulasi PP 28/2024 dan Moratorium Kenaikan CHT

Gappri juga mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang, agar tercipta kebijakan yang bukan dominan hanya berorientasi kesehatan masyarakat, yang pada akhirnya mengorbankan sektor lain, tetapi harus adil juga bagi kepentingan pembangunan ekonomi, sosial dan industri.

"Hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, dan menjaga stabilitas perekonomian nasional sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo," pungkas Henry.


Foto tembakau


INDUSTRI TEMBAKAU - Industri kretek merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved