Pimpinan Komisi VII DPR Soroti Ketimpangan Tujuan Fiskal dan Dampak Sosial Kebijakan Cukai Rokok
DPR soroti kebijakan cukai rokok: negara untung, jutaan pekerja terancam. Benarkah tujuan fiskal pemerintah abaikan dampak sosial?
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga menegaskan, kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) harus dijalankan secara bijak dan seimbang.
Menurutnya, meski pemerintah memiliki tujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok dan menambah penerimaan negara, kebijakan yang terlalu menekan justru berpotensi melemahkan industri rokok nasional serta mengancam jutaan tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.
“Industri rokok adalah sektor padat karya. Kita bicara jutaan orang yang menggantungkan hidupnya sebagai buruh pabrik, pelinting, jalur distribusi, hingga petani tembakau. Bila tarif cukai terlalu tinggi tanpa program pengaman, maka bukan hanya industrinya yang merana, tetapi banyak keluarga yang kehilangan mata pencaharian," kata Lamhot dalam keterangannya, Jumat (19/9/2025).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, hingga Juli 2025 penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp121,98 triliun, naik sekitar 9,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp111,23 triliun. Pemerintah menargetkan penerimaan CHT tahun ini sebesar Rp230,9 triliun.
Namun, produksi rokok pada semester I 2025 tercatat 142,6 miliar batang, turun sekitar 2,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Industri tembakau secara keseluruhan mengalami kontraksi sekitar –3,77 persen pada kuartal I 2025 secara tahunan.
Dari aspek ketenagakerjaan, sektor pengolahan tembakau menyerap sekitar 1,46 juta pekerja langsung. Jika dihitung dengan rantai pasoknya, industri ini melibatkan sekitar 5,9 juta orang, termasuk petani tembakau.
Baca juga: Tok! DPR-Pemerintah Sepakati 52 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Perampasan Aset Tidak Masuk?
Lamhot menyatakan, DPR khususnya Komisi VII yang bermitra dengan Kementerian Perindustrian, terus mengawasi agar kebijakan yang diambil tidak merugikan sektor padat karya.
Ia meminta pemerintah merancang kebijakan cukai yang tidak hanya menekankan aspek kesehatan dan penerimaan negara, tetapi juga melindungi keberlangsungan tenaga kerja.
“Cukai jangan sampai jadi alat yang membunuh industri. Pemerintah harus mencari keseimbangan antara pengendalian konsumsi, kepentingan fiskal, dan perlindungan tenaga kerja. Kalau hanya sekadar menjadi kebijakan untuk menekan industri tanpa solusi bagi pekerja, ini sama saja menciptakan masalah baru,” tegasnya.
Lamhot juga meminta pemerintah memperkuat pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal, yang kerap meningkat saat tarif resmi naik tinggi.
Ia mendorong adanya program pelatihan ulang, diversifikasi usaha, hingga perlindungan bagi petani tembakau sebagai bagian dari mitigasi jangka panjang.
“Kita harus adil, terukur, dan berpihak pada kepentingan nasional. Jangan biarkan rakyat kecil menanggung beban dari kebijakan yang tidak dirancang secara komprehensif,” imbuhnya.
Menkeu Purbaya Bicara Soal Tarif Cukai Rokok: Tergantung Hasil Studi dan Analisis di Lapangan |
![]() |
---|
Anwar Abbas: Rakyat Butuh Fakta, Menkeu Purbaya Harus Buktikan Janji Ekonomi |
![]() |
---|
Alasan Khawatir PHK Massal, KSPI Minta Pemerintah Tunda Kenaikan Tarif Cukai hingga 3 Tahun |
![]() |
---|
Kebijakan Fiskal yang Agresif Bisa Picu Pergeseran Konsumsi Masyarakat ke Rokok Llegal |
![]() |
---|
Ketua PP Muhammadiyah Ingatkan Menkeu Purbaya Masyarakat Butuh Fakta Bukan Kata-kata |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.