Senin, 29 September 2025

Pimpinan Komisi VII DPR Soroti Ketimpangan Tujuan Fiskal dan Dampak Sosial Kebijakan Cukai Rokok

DPR soroti kebijakan cukai rokok: negara untung, jutaan pekerja terancam. Benarkah tujuan fiskal pemerintah abaikan dampak sosial?

Penulis: Fersianus Waku
dpr.go.id
CUKAI ROKOK – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar, Lamhot Sinaga, berbicara dalam rapat kerja bersama Kementerian Perindustrian di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025). Terkini, ia menyoroti ketimpangan antara target fiskal dan dampak sosial dalam kebijakan cukai rokok yang dinilai menekan industri padat karya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga menegaskan, kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) harus dijalankan secara bijak dan seimbang.

Menurutnya, meski pemerintah memiliki tujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok dan menambah penerimaan negara, kebijakan yang terlalu menekan justru berpotensi melemahkan industri rokok nasional serta mengancam jutaan tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.

“Industri rokok adalah sektor padat karya. Kita bicara jutaan orang yang menggantungkan hidupnya sebagai buruh pabrik, pelinting, jalur distribusi, hingga petani tembakau. Bila tarif cukai terlalu tinggi tanpa program pengaman, maka bukan hanya industrinya yang merana, tetapi banyak keluarga yang kehilangan mata pencaharian," kata Lamhot dalam keterangannya, Jumat (19/9/2025).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, hingga Juli 2025 penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp121,98 triliun, naik sekitar 9,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp111,23 triliun. Pemerintah menargetkan penerimaan CHT tahun ini sebesar Rp230,9 triliun.

Namun, produksi rokok pada semester I 2025 tercatat 142,6 miliar batang, turun sekitar 2,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. 

Industri tembakau secara keseluruhan mengalami kontraksi sekitar –3,77 persen pada kuartal I 2025 secara tahunan.

Dari aspek ketenagakerjaan, sektor pengolahan tembakau menyerap sekitar 1,46 juta pekerja langsung. Jika dihitung dengan rantai pasoknya, industri ini melibatkan sekitar 5,9 juta orang, termasuk petani tembakau.

Baca juga: Tok! DPR-Pemerintah Sepakati 52 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Perampasan Aset Tidak Masuk?

Lamhot menyatakan, DPR khususnya Komisi VII yang bermitra dengan Kementerian Perindustrian, terus mengawasi agar kebijakan yang diambil tidak merugikan sektor padat karya. 

Ia meminta pemerintah merancang kebijakan cukai yang tidak hanya menekankan aspek kesehatan dan penerimaan negara, tetapi juga melindungi keberlangsungan tenaga kerja.

“Cukai jangan sampai jadi alat yang membunuh industri. Pemerintah harus mencari keseimbangan antara pengendalian konsumsi, kepentingan fiskal, dan perlindungan tenaga kerja. Kalau hanya sekadar menjadi kebijakan untuk menekan industri tanpa solusi bagi pekerja, ini sama saja menciptakan masalah baru,” tegasnya.

Lamhot juga meminta pemerintah memperkuat pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal, yang kerap meningkat saat tarif resmi naik tinggi. 

Ia mendorong adanya program pelatihan ulang, diversifikasi usaha, hingga perlindungan bagi petani tembakau sebagai bagian dari mitigasi jangka panjang.

“Kita harus adil, terukur, dan berpihak pada kepentingan nasional. Jangan biarkan rakyat kecil menanggung beban dari kebijakan yang tidak dirancang secara komprehensif,” imbuhnya. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan