Optimisnya Bank Indonesia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Ini, Dipatok 5,4 Persen
Di tengah ketidakpastian global yang meningkat, pertumbuhan ekonomi domestik perlu terus didorong.
“Di samping menjaga stabilitas, kebijakan BI juga diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penurunan BI-Rate, pelonggaran likuiditas. Selain itu, peningkatan insentif makroprudensial ke perbankan untuk mendorong kredit atau pembiayaan ke sektor-sektor prioritas,” paparnya.
Bank Indonesia (BI) mengatakan perlu dilakukan pendalaman mengenai dampak kesepakatan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang sebesar 19 persen, terhadap pasar keuangan Indonesia.
“Terkait negosiasi, dampaknya terkait dengan neraca perdagangan, cadangan devisa, pasar keuangan seperti apa, tentunya kita masih perlu melakukan pendalaman,” kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya dalam media briefing di Nusa Tenggara Timur, Jumat.
Juli menuturkan di tengah ketidakpastian global yang meningkat, pertumbuhan ekonomi domestik perlu terus didorong, antara lain dengan stimulus fiskal, kebijakan moneter dan belanja pemerintah.
“Secara umum, dampaknya (tarif impor AS) ini akan positif, termasuk investasi akan membaik dan pasar keuangan akan membaik,” ujarnya.
Pada triwulan II-2025, pertumbuhan ekonomi nasional ditopang oleh investasi nonbangunan, dan kinerja ekspor yang masih cukup baik. Program-program unggulan (flagship) pemerintah juga dapat mendorong pertumbuhan. Ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 4,6-5,4 persen pada 2025.
Genjot Ekspor
Kepala Ekonomi Bank Central Asia (BCA), David E. Sumual meminta pemerintah mengoptimalkan peluang yang ada setelah keputusan penurunan tarif resiprokal AS menjadi 19 persen dalam memperbesar pasar ekspor ke AS.
Tercatat, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat.
Pada 2024 misalnya, surplus perdagangan dengan AS mencapai USD16,84 miliar.
“AS sekarang mencoba cari alternatif supplier dan kita bisa raih peluang di sini, karena bisa terjadi trade diversity dari negara-negara yang tarifnya tinggi ke negara yang tarifnya rendah,” kata David dalam acara yang sama.
Bagi perusahaan trader, kata David, selisih tarif 1-2 persen itu cukup signifikan.
Sehingga, ketika Indonesia mendapatkan tarif lebih rendah, bisa terjadi trade diversity dan itu menjadi kesempatan untuk memperbesar ekspor ke Amerika Serikat.
Di sisi lain, David menyebut perlu ada aturan dalam negeri untuk mencegah praktik transhipment dari negara lain, dalam rangka memperkuat kesepakatan dagang dengan AS.
Transhipment merupakan kegiatan pemindahan atau pengiriman barang dari suatu negara ke Indonesia, untuk dikirim lagi ke negara lain setelah mendapatkan dokumen tertentu dari Indonesia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Bank Indonesia
pertumbuhan ekonomi
investasi
ekspor
pembangunan
SDG08-Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Telkom Bikin Sarana Air Bersih untuk Masyarakat Adat Bonokeling di Banyumas |
![]() |
---|
Sidang Kasus Suap Hakim, Istri Hakim Nonaktif Djuyamto Jadi Saksi di Persidangan |
![]() |
---|
Infrastruktur Keamanan Sekuritas Diminta Diperkuat Cegah Kebocoran Dana Investasi |
![]() |
---|
Pertemuan dan Simposium Perumahan 'Warisan Bangsa' Dihadiri 1.380 Peserta |
![]() |
---|
Ekonom Optimistis Kebijakan '8+4+5' Berdampak Signifikan pada Pasar Tenaga Kerja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.