Beras Oplosan
Pengamat: Sanksi Tegas dan Reformasi Rantai Pasok Jadi Solusi Atasi Kasus Beras Oplosan
Praktik oplosan kerap dianggap hal lazim di sejumlah pasar induk sehingga mencerminkan adanya normalisasi pelanggaran
“Kita harus menuju sistem pangan yang transparan. Konsumen harus tahu apakah berasnya ditanam di mana, kapan dipanen, dan oleh siapa. Kalau sistem ini berjalan, pedagang nakal akan kesulitan melakukan manipulasi,” tegasnya.
Bagi Eliza, membiarkan beras oplosan beredar luas tanpa tindakan nyata bukan hanya mencederai pasar pangan, tapi juga bisa mengancam stabilitas sosial.
Pasalnya, beras adalah komoditas yang sangat sensitif bagi mayoritas masyarakat Indonesia.
“Jika konsumen tidak lagi percaya dengan produk beras, yang terjadi bukan hanya disrupsi ekonomi, tapi juga keresahan sosial. Pemerintah harus cepat bertindak,” pungkasnya.
Kasus beras oplosan menunjukkan bahwa pengawasan mutu pangan nasional masih memiliki celah besar. Namun kondisi ini tidak bisa dibiarkan.
Pemerintah bersama pelaku pasar perlu segera menempuh dua langkah besar: sanksi tegas terhadap pelanggar dan reformasi menyeluruh terhadap rantai distribusi.
Kerugian Masyarakat Rp1000 Triliun
Praktik nakal produsen beras itu dibongkar oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman setelah ditemukan 212 merk beras yang mengambil keuntungan.
Mentan Andi Amran mengungkapkan praktik yang dilakukan produsen beras yakni menjual beras volume 5 kg padahal yang dijual hanya 3,5 kg.
"Kemudian ada yang 86 persen adalah mengatakan bahwa ini premium padahal itu adalah beras biasa lalu beras medium padahal itu beras biasa," tuturnya kepada wartawan, Sabtu (12/7/2025).
Hal itu sangat mengkhawatirkan, Amran menyebut ada selisih harga cukup besar.
Dalam catatannya produsen beras nakal ini meraup untug Rp2.000 hingga Rp3.000 per kilogram.
"Kalau gampangannya adalah kita mencontohkan emas, tertulis emas 24 karat, tetapi sesungguhnya itu 18 karat, nah ini kan merugikan masyarakat Indonesia," tukasnya.
Pria asal Sulawesi Selatan ini menaksir kerugian negara bisa menyentuh angka nyaris Rp100 triliun bila terjadi setiap tahun.
Jika dihitung dalam kurun waktu 10 tahun, negara mengalami kerugian mencapai Rp1.000 triliun.
"Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp1.000 triliun. Kalau 5 tahun kan Rp500 triliun ini kerugian. Dan kalau ini kita sadari semua, kita kembali kepada regulasi yang ada," paparnya.
Kasus mafia beras ini tengah diusut oleh Satgas Pangan Polri bersama stakeholder lainnya.
Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf langsung bergerak melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah produsen beras premium.
"Iya betul kami lakukan pemeriksaan dari yang sebelumnya disampaikan Pak Menteri Andi Amran," tuturnya kepada Tribun Network, Kamis (10/7/2025).
Helfi belum menyampaikan lebih lanjut hasil pemeriksaan produsen beras yang diduga melakukan praktik curang mutu dan takaran.
"Jika ditemukan unsur pidana tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum," tambahnya (tribun
network/ibr/dod/reynas)
Beras Oplosan
Mentan Amran: 1,3 Juta Ton Beras akan Diguyur ke Pasar untuk Tekan Harga |
---|
Marak Beras Oplosan, Pemerintah Minta Penggilingan Padi Tidak Takut Lanjutkan Usaha |
---|
Isu Beras Oplosan Bikin Pedagang Menjerit, Omzet Anjlok Hingga Harga yang Terus Melambung |
---|
Pedagang Beras di 3 Kabupaten Jateng Tak Terdampak Beras Premium Oplosan |
---|
Marak Beras Bermerek Hasil Oplosan Bikin Warga Cilacap Menyerbu Pedagang Eceran |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.