Tribunners / Citizen Journalism
Konflik Palestina Vs Israel
Sepakbola Tak Bisa Lagi Bersembunyi di Balik Netralitas Soal Palestina, Segera Kartu Merah Israel
Dunia sepak bola akhirnya menyadari bahwa diam bukanlah jawaban yang tepat atas perang genosida yang sedang dilakukan Israel di Gaza.
Di kompetisi sepak bola klub, Maccabi Tel Aviv akan menghadapi Aston Villa di Inggris dalam ajang Liga Konferensi Eropa. Mengingat situasi saat ini, pertandingan tersebut menimbulkan kekhawatiran serius tentang keselamatan penonton dan potensi kerusuhan.
Bentrokan hebat yang terjadi dalam pertandingan Ajax melawan Maccabi Tel Aviv di Amsterdam awal tahun ini menjadi pengingat nyata betapa mudahnya bentrokan semacam itu terjadi.
Tanggapan Amsterdam bahkan lebih jauh. Dewan kota baru-baru ini menyetujui mosi untuk menyatakan Maccabi Tel Aviv "tidak diterima" di kota tersebut, dengan alasan bahwa klub-klub Israel yang terlibat dalam pendudukan atau rasisme tidak boleh menjadi tuan rumah.
Itu adalah langkah yang mengejutkan, sebuah ibu kota Eropa secara efektif mengatakan bahwa partisipasi dalam olahraga tidak dapat bersifat netral ketika hak asasi manusia dilanggar.
Dan kemudian ada budaya.
Di London, Eric Cantona menyampaikan kritik pedas terhadap kemunafikan sepak bola, menuduh badan pengatur menerapkan sanksi secara selektif.
Kata-katanya berkesan karena menggemakan apa yang sudah diketahui penggemar: netralitas tidaklah nyata.
Seperti yang dikatakan pelatih Palestina, Ihab Abu Jazar, kepada La Gazzetta dello Sport : "Melatih Palestina adalah sebuah bentuk perlawanan. Anda memikul beban harapan dan memupuk ketahanan mereka yang menjadi bagiannya."
Minggu ini, sekretaris jenderal UEFA bertemu di Marbella, Spanyol, secara resmi untuk "menyelaraskan posisi" dengan Israel di belakang layar.
Pertemuan tersebut sendiri tidak dapat menjatuhkan sanksi, tetapi 55 federasi yang hadir dapat menyusun sikap bersama untuk diteruskan ke komite eksekutif. Masuknya Israel ke dalam agenda menunjukkan seberapa jauh perdebatan telah berkembang.
Urgensinya tak terbantahkan. Suleiman al-Obeid, yang pernah dijuluki 'Pele Palestina', tewas pada bulan Agustus saat mengantre bantuan pangan. Manajer Palestina Abu Jazar melaporkan bahwa lebih dari 280 fasilitas olahraga telah hancur dan 774 tokoh olahraga Palestina — pemain, pelatih, staf federasi — telah tewas.
Bahkan para pejabat di Israel pun mengakui betapa rapuhnya posisi mereka. Shlomi Barzel, kepala komunikasi Asosiasi Sepak Bola Israel, mengakui : "Saya terkejut kami masih menjadi bagian dari turnamen internasional. Dalam banyak hal, ini adalah keajaiban... secara historis, negara-negara telah diskors untuk waktu yang jauh lebih singkat."
Ia memperingatkan bahwa “satu insiden yang merepotkan lagi di Gaza” dapat mengakhiri partisipasi Israel “dalam sekejap,” dan mengakui bahwa dalam pemungutan suara bebas di UEFA atau FIFA, Israel “tidak akan selamat”.
Prinsip bahwa “politik tidak punya tempat dalam olahraga” kini menjadi hal sekunder dibandingkan dengan prinsip yang lebih mendesak: kehidupan manusia tidak punya tempat untuk diam.
Akhir dari netralitas
Mantra "politik tidak punya tempat dalam olahraga" terasa basi. Sepak bola selalu bersifat politis; satu-satunya pertanyaan adalah mengapa menjunjung tinggi kemanusiaan dianggap politis.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Konflik Palestina Vs Israel
Balas Drone Houthi, Israel Ledakkan Markas Houthi di Jantung Sanaa |
---|
Trump: Saya Tak Izinkan Israel Caplok Tepi Barat, Sudah Cukup |
---|
Takut Ditangkap, Netanyahu Terbang ke New York Lewat Jalur Memutar, Hindari Prancis dan Spanyol |
---|
MUI Apresiasi Pidato Presiden di PBB, Serukan Kirim Pasukan Perdamaian RI ke Gaza |
---|
RI Geser Narasi Tradisional, Siap Rangkul Israel Asalkan Palestina Diakui |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.