Tribunners / Citizen Journalism
Peran Bawaslu dan Interaksi Kepentingan
Buku Dr Puadi kupas peran strategis Bawaslu dalam pengawasan pemilu, jadi referensi penting bagi pembuat kebijakan.
Editor:
Glery Lazuardi
Benny Sabdo
- Anggota Bawaslu DKI Jakarta
- Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Adhyaksa
- Dikenal aktif dalam pengawasan proses demokrasi, termasuk pemilu dan pilkada
- Dia sering menyuarakan pentingnya integritas dan transparansi dalam setiap tahapan pemilu
TRIBUNNEWS.COM - “Sebagai legislator yang terlibat dalam pengawalan regulasi pemilu, saya melihat buku ini memberi wawasan penting tentang dinamika pengawasan pemilu dan peran strategis Bawaslu. Buku ini membahas tantangan nyata di lapangan serta menawarkan rekomendasi relevan bagi pembuat kebijakan demi pemilu yang berintegritas,” Ketua Komisi II DPR RI, Dr Muhammad Rifqinizamy Karsayuda.
Secara filosofis, demokrasi dimaknai sebagai pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Konsekuensi dari sistem politik demokratis tersebut bahwa rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi.
Demokrasi secara luas dianggap sebagai konsep yang diidealkan oleh semua negara di dunia. Para ahli mengatakan sistem demokrasi dianggap sebagai sistem yang paling baik di antara semua yang buruk.
Pemilu adalah pilar utama dalam sistem demokrasi, berfungsi sebagai sarana legitimasi bagi kekuasaan politik dan wujud kedaulatan rakyat. Bawaslu memiliki peran strategis dalam mengawasi seluruh tahapan pemilu.
Ditinjau dari sistem ketatanegaraan, kedudukan Bawaslu merupakan lembaga negara dengan predikat constitutional importance.
Buku karya Anggota Bawaslu RI, Dr Puadi bertajuk “Dinamika Pengawasan Pemilu: Peran Bawaslu dan Interaksi Kepentingan” penting dan layak menjadi rekomendasi bagi pembentuk undang-undang dalam menyusun RUU Pemilu. Buku ini diluncurkan secara heroik, pada akhir bulan lalu di tengah situasi Jakarta penuh hiruk pikuk demonstrasi. Saya mengenal penulis buku ini hampir satu dekade silam, sosok yang penuh dedikasi dan gigih dalam bekerja, serta memiliki rekam jejak panjang dalam pengawasan pemilu.
Bahan baku buku ini berasal dari penelitian disertasi ilmu politik. Sehingga penulisan buku ini telah melalui proses panjang dan melewati pengujian serta memiliki kerangka berpikir-metodologis yang ketat.
Buku ini sangat relevan dengan isu evolusi demokrasi, terutama dalam konteks Indonesia yang terus mengalami transformasi dalam sistem politik dan pemilu.
Dalam buku ini, penulis secara garis besar mengupas bagaimana Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu memainkan peran strategis dalam memastikan pemilu berjalan secara jujur, adil dan transparan, serta bagaimana interaksi kepentingan antar aktor politik mempengaruhi dinamika pengawasan pemilu.
Substansi buku ini bukan hanya membahas aspek normatif pengawasan pemilu, melainkan juga menggali berbagai tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Berbagai isu seperti netralitas penyelenggara pemilu, penyalahgunaan sumber daya negara, politik uang serta disinformasi menjadi bagian penting dalam kajian ini.
Dengan pendekatan komprehensif, buku ini memberikan wawasan mendalam mengenai bagaimana pengawasan pemilu dapat berfungsi sebagai instrumen demokrasi yang tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga memperkuat partisipasi dan akuntabilitas pemilu.
Eksistensi Bawaslu ini penting sejalan dengan pernyataan ilmuwan politik Robert A. Dahl, demokrasi yang sehat tidak hanya ditopang oleh prosedur elektoral, tetapi juga oleh mekanisme checks and balances yang efektif melalui pengawasan pemilu.
Dalam konteks ini, peran Bawaslu menjadi sangat strategis dalam mengawasi pelaksanaan pemilu guna mencegah dan menindak berbagai bentuk pelanggaran yang dapat menciderai prinsip demokrasi.
Pendapat Dahl tersebut dikokohkan oleh Larry Diamond, yang menekankan bahwa demokrasi yang berkualitas tidak hanya bergantung pada tersedianya kebebasan politik, tetapi juga pada penegakan hukum yang tegas serta lembaga-lembaga pengawasan yang kuat dan independen.
Bawaslu secara normatif-empiris memiliki tugas pokok, yaitu pencegahan dan penindakan. Tugas utama Bawaslu adalah mencegah terjadinya pelanggaran pemilu, seperti politik uang, politik identitas, politisasi bantuan sosial, penyalahgunaan wewenang, dan netralitas ASN, TNI/Polri.
Jika pelanggaran terjadi, Bawaslu bertugas menindaklanjuti temuan atau laporan. Hal ini dilakukan melalui proses investigasi, klarifikasi, hingga memberikan sanksi administratif atau meneruskan kepada Gakkumdu untuk perkara tindak pidana pemilu.
Lalu, Bawaslu juga bertindak sebagai lembaga peradilan semu (quasi-judicial) yang berwenang menyelesaikan sengketa yang timbul dalam setiap tahapan pemilu antara peserta pemilu atau antara peserta pemilu dan KPU.
Selanjutnya, Bawaslu secara aktif mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. Hal ini dilakukan melalui program sosialisasi, pendidikan politik, dan fasilitasi bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran. Pengawasan partisipatif membantu Bawaslu menjangkau wilayah yang lebih luas dan meningkatkan legitimasi hasil pemilu.
Ketegangan interaksi kepentingan dalam kontestasi pemilu kerap terjadi oleh para aktor pemilu. Bawaslu tidak bekerja di ruang hampa, tetapi di medan politik yang penuh kepentingan. Bawaslu secara konstitusional dirancang sebagai lembaga independen.
Namun, dalam praktiknya, Bawaslu kerap menghadapi intervensi dari kekuatan politik, baik dari pemerintah, partai politik, maupun kandidat. Intervensi ini dapat memengaruhi keputusan Bawaslu.
Meskipun Bawaslu memiliki wewenang yang luas, beberapa studi menunjukkan adanya keterbatasan regulasi yang menyulitkan penindakan perkara politik uang dan kampanye di media sosial.
Peraturan yang tidak jelas atau celah hukum sering dimanfaatkan para pihak yang berinteraksi dengan kepentingan politik untuk menghindari sanksi.
Kemudian, Bawaslu tidak bekerja sendiri. Bawaslu harus berkoordinasi dengan KPU dan lembaga penegak hukum Gakkumdu (Polri dan Kejaksaan). Perbedaan tafsir antara lembaga-lembaga ini dapat menghambat penanganan perkara pidana pemilu secara cepat dan efektif.
The last but not least, buku ini dapat menjadi referensi utama untuk penguatan lembaga Bawaslu dalam penyusunan RUU Pemilu.
Studi dalam buku ini sejalan dengan tesis ilmuwan politik Prancis, Maurice Duverger yang menegaskan bahwa pengawasan pemilu tidak dapat dilepaskan dari interaksi kepentingan berbagai aktor, termasuk partai politik, penyelenggara pemilu, kelompok masyarakat sipil dan pemerintah.
Tanpa mekanisme pengawasan yang kuat dan independen, pemilu berpotensi menjadi ajang legitimasi bagi kelompok dominan, bukan sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Berdampak pada Pelaksanaan Pemilu, HNW Tekankan Pentingnya Kajian Serius Putusan MK 135 |
![]() |
---|
Komisi II Usul Revisi UU Pemilu Masuk Prolegnas Prioritas 2026 |
![]() |
---|
Beri Kuliah Pascasarjana Universitas Pertahanan, Bamsoet Dorong Sistem E-Voting di Pemilu Indonesia |
![]() |
---|
Terima Banyak Kritikan, KPU Akhirnya Cabut Keputusan Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres |
![]() |
---|
DPR Minta KPU Klarifikasi soal Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres ke Publik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.