Tribunners / Citizen Journalism
Politik Kebangsaan: Kembali ke Rumah Rakyat, Menjaga Arah Sejarah
Bagi PDI Perjuangan, langkah ini bukan sekadar pembebasan tokoh. Ia menjadi momentum untuk memulihkan pengaruh secara substantif.
Editor:
Malvyandie Haryadi
Politik bukan soal berada di dalam atau di luar, tetapi soal memegang arah. Dalam orkestra kekuasaan, kadang kekuatan terbesar justru datang dari mereka yang mengatur ritme dari balik layar, bukan dari yang berada di tengah panggung.
Arahan untuk “turun ke bawah” adalah strategi memperkuat akar, bukan sekadar pencitraan. Rakyat bukan lagi menjadi objek janji, melainkan subjek kebijakan.
Dalam model ini, kader partai dituntut bukan hanya menjadi corong, tetapi menjadi penyuling aspirasi. Suara rakyat harus diolah dengan empati, disusun dengan data, dan dikawal dalam proses legislasi.
Inilah cara PDI Perjuangan memposisikan diri: bukan sebagai penjaga pagar istana, tapi sebagai arsitek agenda kebangsaan.
Politik Kebangsaan: Bukan Konfrontasi tapi Kebijaksanaan
Indonesia tengah menghadapi situasi global yang tidak menentu: krisis pangan, tekanan fiskal, ketidakpastian geopolitik.
Dalam situasi seperti ini, tidak ada ruang untuk kemewahan oposisi simbolik. Yang dibutuhkan adalah kesediaan semua kekuatan nasional untuk duduk bersama, menjaga arah republik, dan merumuskan jalan keluar kolektif.
Megawati dan Prabowo, dua sosok yang berbeda dalam banyak hal, memperlihatkan kedewasaan dalam mengelola perbedaan itu.
Tidak dengan ego, tapi dengan kesadaran: bahwa republik ini hanya bisa berdiri kuat jika semua kekuatan politik menyatu dalam satu haluan yang bernama Indonesia.
Menjaga Jalan Panjang Republik
Amnesti terhadap Hasto Kristiyanto bukan akhir dari cerita. Ia adalah permulaan dari langkah baru. Bukan hanya soal rehabilitasi individu, tapi penanda bahwa musim politik telah berganti.
PDI Perjuangan kini tidak hanya berdiri di luar pagar, tapi memegang kunci arah. Bukan untuk membakar rumah bangsa, tapi untuk menghangatkannya kembali dengan nilai-nilai ideologis yang berpihak pada rakyat.
Dalam dialektika sejarah ini, PDI Perjuangan telah menunjukkan bahwa kekuasaan bukan tujuan, melainkan alat. Bahwa menjadi besar bukan berarti menjadi rakus, tapi menjadi bijak. Dan bahwa politik yang sejati adalah politik yang mengabdi, bukan mencaci.
Karena pada akhirnya, tugas kita bukan menaklukkan negara, tapi menjaganya agar tetap berdiri dalam keadilan, kemanusiaan, dan kemerdekaan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Benarkan Ada Demo Jilid 2 di Pati? Koordinator AMPB: Kita Pertimbangkan |
![]() |
---|
Wasekjen PDIP Adhi Dharmo Tak Penuhi Panggilan KPK dalam Kasus Korupsi Rel Kereta Api |
![]() |
---|
KPU Tutup Akses Ijazah Capres-Cawapres, PDIP: Melanggar Hak Publik |
![]() |
---|
PSI Banten Dukung RUU Perampasan Aset, Singgung Sudah Ada di Dalam DNA Partai |
![]() |
---|
Daftar Nama Ketua Umum Partai Politik dan Sekjen di Indonesia 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.