Tribunners / Citizen Journalism
Kasus Suap Ekspor CPO
Eksistensi Suap Hakim, Mafia Hukum dan Peradilan: Penyakit Kronik dan Upaya Penanggulangannya
Fenomena suap pada sistem peradilan ini sudah sejak lama terjadi dan masih terjadi hingga saat ini.
Para personil ini melihat status dari wilayah kerja seperti daerah basah/bagus atau sulit. Inilah yang kemudian membuat stigma negatif dari para hakim dan aparat dalam menentukan wilayah kerja.
Kecenderungan untuk hidup lebih layak dan mudah menjadi salah satu dasar pilihan atau motivasi.
Selanjutnya adalah banyaknya intervensi dan minimnya pengawasan. Mengapa saya menyatukan dua permasalahan ini, yakni karena pengaruh dari luar (mafia) cukup tinggi.
Pengawasan internal dan eksternal tidak efektif karena kalah dengan asas kemandirian dan independensi yudikatif; yang bebas dan mandiri.
Akibatnya banyak pengawasan yang gagal dan tidak menyentuh akar permasalahan. Penegakan hukum atau penindakan tidak membuat efek jera karena sudah sangat sistemik.
Pengawasan eksternal dari KY maupun lembaga pengawas eksternal lainnya akhirnya hanya mengandalkan publik untuk menekan bukan komitmen dari pengawas yang memegang kewenangan.
Bukan tidak mungkin pula pengawasan ini hanya sebuah simbol saja dan tidak memiliki skema pengawasan yang efektif dan melekat secara implementatif.
Persoalan selanjutnya adalah minimnya pendidikan dan pelatihan yang mendorong integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Kesalahan-kesalahan kecil seringkali hanya dimaklumi dan pemberian hukuman yang tidak tegas.
Pelatihan integritas, pembangunan zona integritas dan wilayah bebas korupsi tidak memiliki tolok ukur yang jelas dan obyektif. Pengabaian kesalahan bukan hal baru dan seringkali tidak mendapat hukuman atau bahkan hanya teguran pun terlewatkan.
Selanjutnya yang saya juga ingin soroti adalah identifikasi terhadap permasalahan sistem dan perlakuannya.
Modus operandi penyuapan terhadap lembaga penegak hukum dan peradilan sebenarnya sudah teridentifikasi, namun tidak memiliki semacam roadmap untuk penanggulangannya.
Seringkali para pencari keadilan dihadapkan pada permasalahan permintaan uang “Operasional”, pemberian fasilitas, dan berbagai modus pemberian yang tampaknya tidak terelakkan.
Hal ini berakar pada imbalan uang pada jasa litigasi yang memang cukup mahal dan memiliki tingkat kesulitan tinggi.
Demikian pula beberapa mekanisme hukum acara memiliki celah-celah yang menyuburkan “calo” atau pengurusan perkara. Lebih jauh lagi bahkan untuk mendapatkan Salinan atau dokumen lainnya sangat sulit dan memiliki “harga”.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kasus Suap Ekspor CPO
Saksi Bantah Komunikasi Wilmar Singapura Soal Suap Rp60 M, Siap Dikonfrontir di Sidang |
---|
Pelicin Vonis CPO Sebesar Rp 5,75 Miliar Disumbangkan Djuyamto untuk Pengadaan Gedung NU Kartasura |
---|
Sidang Kasus Suap Hakim, Istri Hakim Nonaktif Djuyamto Jadi Saksi di Persidangan |
---|
Marcella Santoso Bantah Valas Senilai Rp 50 Miliar Dalam Brankas Terkait Success Fee Perkara CPO |
---|
Eks Ketua PN Jakpus Rudi Suparmono Tak Lapor KPK Terkait Upaya Suap 1 juta USD Perkara Minyak Goreng |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.