Sabtu, 4 Oktober 2025

Pendaki Tewas di Gunung Rinjani

4 Kritik Keluarga Juliana Marins atas Penanganan Tragedi, Singgung Pemandu dan Basarnas

Pemerintah Brasil melalui Kantor Pembela Umum Federal (DPU) juga membuka opsi menempuh jalur hukum internasional

Editor: Eko Sutriyanto
Tangkapan layar dari akun Instagram @ajulianamarins
JENAZAH JULIANA - Pemerintah Brasil ternyata tidak menanggung biaya pemulangan jenazah Juliana Marins yang tewas karena terjatuh ke juran saat mendaki Gunung Rinjani. Hal itu diatur dalam undang-undang di Brasil terkait biaya pemulangan jenazah. 

Dalam kondisi itu, Juliana akhirnya terjatuh dari bibir kawah dan disebut terjebak di dasar jurang selama empat hari sebelum berhasil dievakuasi.

3. Meragukan Hasil Otopsi Indonesia

Setelah jenazah berhasil dipulangkan ke Bali pada Senin (23/6/2025), otoritas Indonesia melakukan otopsi di Rumah Sakit Bali Mandara.

Hasilnya menyebut Juliana meninggal sekitar 20 menit setelah jatuh, dengan penyebab utama benturan keras.

Namun keluarga Juliana mengaku tidak percaya pada hasil tersebut. Mereka menduga ada kemungkinan Juliana masih hidup lebih lama setelah terjatuh.

Karena itu, setibanya jenazah di Brasil pada Senin (30/6/2025), pihak keluarga memutuskan melakukan otopsi ulang.

Langkah ini juga mendapat dukungan dari Kantor Jaksa Agung (AGU) Brasil yang memastikan otopsi ulang dilakukan sebagai bagian dari proses hukum.

Mengutip laporan CNN Brasil, Selasa (1/7/2025), AGU menyatakan permintaan otopsi ulang merupakan langkah awal untuk memastikan transparansi informasi mengenai penyebab kematian.

4. Siap Melapor ke Komisi HAM Antar-Amerika

Tidak hanya itu, Pemerintah Brasil melalui Kantor Pembela Umum Federal (DPU) juga membuka opsi menempuh jalur hukum internasional.

DPU pada Senin (30/6/2025) secara resmi mengajukan permintaan kepada Kepolisian Federal Brasil untuk menyelidiki kemungkinan unsur kelalaian otoritas Indonesia dalam insiden tersebut.

Apabila ditemukan indikasi pelanggaran HAM atau kelalaian fatal, Brasil mempertimbangkan membawa kasus ini ke forum internasional, seperti Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR).

“Kami sedang menunggu laporan yang disusun oleh otoritas Indonesia. Setelah laporan diterima, kami akan menentukan langkah hukum berikutnya,” ujar Taisa Bittencourt, Pembela HAM Regional dari DPU seperti dikutip Kompas.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved