Digitalisasi Percepat Produksi Mobil, Pengamat: Tantangannya pada Kesiapan Industri dan Rantai Pasok
Masih ada perusahaan, baik global maupun di Indonesia, yang belum siap dengan pola baru mengadopsi digitalisasi.
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkembangan teknologi digital membawa perubahan besar dalam berbagai proses, termasuk pada produksi kendaraan.
Pengamat otomotif Agus Tjahjana menilai, digitalisasi telah memangkas waktu pengembangan model mobil baru secara signifikan, dari yang dulu membutuhkan lima tahun kini bisa dipercepat hanya dalam satu tahun.
Agus dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam industri otomotif, meskipun memiliki latarbelakang birokrat.
Baca juga: Industri Otomotif Harap Kucuran Dana Rp 200 T ke Himbara Bisa Percepat Kelancaran Ekonomi
Ia pernah menduduki kursi Direktur Jenderal di berbagai bidang, yakni Industri Logam, Mesin, Elektronika, dan Aneka (1998–2002), Industri dan Dagang Kecil Menengah (2002–2004)
Kerjasama Industri Internasional (2010–2015).
"Dulu kalau membuat mock-up mobil itu dari kayu, saya pernah megang. Untuk membuat model baru perlu waktu 5 tahun, 3,5 tahun, 3 tahun sampai sekarang hanya satu tahun," tutur Agus dalam Diskusi Setengah Abad Industri Otomotif di Wisma Bisnis Indonesia, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (25/9/2025).
Menurutnya, pemangkasan waktu tersebut dimungkinkan berkat sistem produksi berbasis komputer. Proses digital membuat tahapan yang sebelumnya panjang kini dapat dipersingkat.
"Banyak proses produksi yang bisa dipotong dan itu semua dilakukan dengan computerized, jadi digitalisasi itu benar-benar memotong (proses produksi)," jelas Agus.
Akan tetapi, percepatan ini tidak serta merta bisa diikuti semua pelaku industri. Agus berpendapat masih ada perusahaan, baik global maupun di Indonesia, yang belum siap dengan pola baru ini.
"Ini menggambarkan perkembangan kita secepat itu, bisnisnya mengikuti seperti itu. Bagi perusahaan-perusahaan yang bisa mengikuti pola itu, setiap tahun ya, sebetulnya kesiapan daripada infrastruktur," ucapnya.
Selain infrastruktur, faktor lain yang krusial adalah kesiapan rantai pasok (supply chain). Menurut Agus, pola lama yang serba tertutup kini bergeser ke arah kolaborasi.
Risiko bisnis yang semakin dinamis mendorong perusahaan untuk berbagi beban melalui pembagian peran dalam riset, pengembangan dan produksi.
"Kemudian kemampuan daripada R&D dan bisnisnya itu dibagi, ada spesialisasi, sehingga akhirnya ide yang paling cemerlang, yang bisa kemudian masuk sampai ke supply chain yang berkembang, itu yang bisa dibangun," ungkapnya.
Agus menegaskan, perusahaan yang mampu beradaptasi dengan sistem kolaborasi dan memiliki pasar besar akan lebih unggul. Skala produksi menjadi faktor penentu dalam menekan harga sekaligus menjaga daya saing.
"Siapa yang paling siap dan lengkap, saya pikir yang akan menang dan tentu yang punya market pasar yang lebih besar, karena dia punya minimum quantity, untuk bisa masuk di dalam produksi," ujarnya.
Dengan demikian, meski teknologi digital membuka peluang percepatan produksi, tantangan terbesar tetap ada pada kesiapan industri, infrastruktur, serta penguatan ekosistem rantai pasok agar bisa bersaing di era otomotif modern.
Kawasan Industri Pulogadung Akan Punya MICE dan Terintegrasi dengan Stasiun Buaran dan LRT Velodrome |
![]() |
---|
Mobil Pikap Ditemper KA Tawangjaya Premium di Cirebon, Menewaskan 2 Orang |
![]() |
---|
Libatkan Lebih dari 700 Pemasok Lokal, Toyota Indonesia Perkuat Produksi Mobil dengan TKDN Tinggi |
![]() |
---|
Perkuat Ekosistem Halal, Dunia Usaha dan UNU Yogyakarta Kirim Delegasi ke Turki |
![]() |
---|
Wamenperin: Gen Z Punya Peran Sentral dalam Keberlanjutan Pembangunan Industri Nasional |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.