Sabtu, 4 Oktober 2025

Ada Penyidik TNI dalam RUU KKS: Ancaman Terhadap Demokrasi dan Negara Hukum

RUU KKS masih terlalu menekankan pendekatan state centric dengan mengedepankan pelindungan kepentingan nasional.

Freepik
ILUSTRASI KEJAHATAN SIBER- Pemerintah melalui Kementerian Hukum telah menyelesaikan proses penyusunan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS), untuk diajukan ke DPR, sebagai prioritas legislasi 2026.  

Penambahan tugas ini menjadi problematis dengan kondisi ketidakjelasan mengenai gradasi ancaman. 

Ketidakjelasan  ini akan memberikan ruang bagi militer untuk terlibat dalam semua tingkatan penanganan ancaman keamanan siber, tidak terbatas pada aspek yang berkaitan dengan ancaman perang siber (cyber conflict). 

Selain itu, pertahanan siber (cyber defense) yang menjadi tugas dari TNI, fokus dan lingkupnya semestinya lebih menekankan pada tindakan defensif yang diambil untuk menghancurkan, meniadakan, atau mengurangi keefektifan ancaman siber terhadap pasukan dan aset (active cyber defense), atau sebaliknya dengan tindakan yang diambil untuk meminimalkan keefektifan ancaman siber terhadap pasukan dan aset (passive cyber defense).

Selain itu, besarnya risiko abuse of power dalam penyidikan tindak pidana keamanan dan ketahanan siber, juga belum disertai dengan mekanisme akuntabilitas yang memadai. 

Mengingat sampai dengan saat ini belum dilakukan pembaruan terhadap UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer. 

Akibatnya setiap pelanggaran pidana, baik pidana militer maupun pidana umum, termasuk pidana keamanan dan ketahanan siber, yang dilakukan oleh anggota TNI, penuntutannya harus melalui peradilan militer. 

Oleh karenanya pelibatan TNI sebagai penyidik tindak pidana keamanan dan ketahanan siber, justru akan semakin mengancam hak asasi manusia dan negara hukum.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved