Ada Penyidik TNI dalam RUU KKS: Ancaman Terhadap Demokrasi dan Negara Hukum
RUU KKS masih terlalu menekankan pendekatan state centric dengan mengedepankan pelindungan kepentingan nasional.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Hukum telah menyelesaikan proses penyusunan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS), untuk diajukan ke DPR, sebagai prioritas legislasi 2026.
Meskipun ada perubahan yang signifikan dari naskah RUU yang sempat dibahas pada 2019, maupun dokumen RUU yang beredar pada saat awal proses penyusunan (2024), terlihat substansi materi RUU yang disusun oleh pemerintah ini, masih menunjukan sejumlah permasalahan yang mengancam demokrasi dan negara hukum.
Dalam hal perumusan tujuan keamanan dan ketahanan siber, RUU KKS masih terlalu menekankan pendekatan state centric dengan mengedepankan pelindungan kepentingan nasional.
Justru dalam rumusan tujuan nihil aspek pelindungan individu, padahal sebuah legislasi keamanan siber yang baik, haruslah bertujuan untuk melindungi keamanan perangkat (device), jaringan (network), dan individu, sebagai aplikasi dari pendekatan human centric.
Baca juga: DPR Bahas Opsi Metode Coblos Parpol Sekaligus Caleg di RUU Pemilu
Oleh karena, setiap ancaman dan serangan siber yang terjadi, pada akhirnya akan berdampak pada individu warga negara sebagai korbannya.
Lebih jauh, rancangan legislasi ini juga masih mencampuradukkan antara kebijakan keamanan siber dan kejahatan siber, dengan munculnya sejumlah tindak pidana baru sebagaimana diatur Pasal 58, 59, dan 60, dengan ancaman pidana dalam Pasal 61, 62, 63, dan 64.
"Padahal legislasi keamanan siber seharusnya semata-mata menggambarkan pengimplementasian pendekatan teknis guna mengamankan suatu sistem komputer dari serangan dan kegagalan sistem," tulis siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil (Raksha Initiatives, Centra Initiative, Imparsial, De Jure), dikutip Tribunnews, Jumat (3/10/2025).
Sedangkan prinsip utama dari kejahatan siber adalah mengriminalisasi tindakan pengaksesan secara tidak sah ke sistem komputer dengan maksud kriminal tertentu, untuk akhirnya mencegah kerusakan atau perubahan sistem dan data di dalam sistem komputer tersebut.
Oleh sebab itu, dikarenakan tingkat kompleksitas dari permasalahan yang timbul dalam keamanan dan kejahatan siber, mensyaratkan keduanya untuk diatur dalam dua legislasi yang terpisah.
Lebih mengerikannya lagi, RUU ini memperkenalkan "makar di ruang siber", sebagaimana diatur Pasal 61 ayat (2) huruf b, dengan ancaman pidana penjara sampai dengan 20 tahun penjara (15 tahun ditambah 1/3), ketika serangan siber dianggap mengancam kedaulatan negara dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
"Ancaman terhadap demokrasi dan negara hukum dari RUU ini semakin nyata dengan diakomodasinya TNI sebagai penyidik tindak pidana keamanan dan ketahanan siber, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (1) huruf d," tulisnya.
Rumusan ini jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 30 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara, tidak memiliki tugas dan fungsi sebagai penegak hukum.
Perumusan pasal ini kian menunjukkan semakin besarnya intervensi militer dalam kehidupan sipil, yang kian menciderai prinsip _civilian supremacy_ dalam sistem hukum negara demokratis, di mana proses penegakan hukum pidana merupakan ranah kekuasaan sipil, bukan militer.
Keterlibatan militer dalam proses penyidikan perkara pidana—termasuk pidana keamanan dan ketahanan siber—tidak hanya bertentangan dengan konstitusi dan UU TNI, tetapi juga mengancam kebebasan sipil dan demokrasi.
Perumusan pasal di atas menjadi indikasi semakin menguatnya upaya militerisasi ruang siber, yang langkah-langkah sistematisnya terlihat semenjak revisi UU TNI, dengan penambahan tugas operasi militer selain perang, yang berkaitan dengan penanganan ancaman pertahanan siber.
Catatan Evaluatif KontraS di HUT ke-80 TNI: Masuk Kampus, Cawe-cawe Ranah Ekspresi Digital |
![]() |
---|
Dirlantas Polda Metro Jaya: Pengamanan HUT ke-80 TNI di Monas Dibagi jadi 3 Ring |
![]() |
---|
Kejar-kejaran F-16 Fighting Falcon dan T50i Golden Eagle Bakal Jadi Aksi Pembuka HUT ke-80 TNI |
![]() |
---|
Catat! Ini Kantong-kantong Parkir yang Disediakan saat HUT ke-80 TNI di Monas |
![]() |
---|
133 Ribu Personel & 1.047 Alutsista Serbu Monas saat HUT TNI, Tapi CFD Enggak Libur! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.