Senin, 29 September 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Formappi Sentil Reformasi Polri: Ganti Kapolri Dulu, Baru Bisa Mulai

Formappi: Reformasi Polri tak bisa dimulai tanpa ganti Kapolri. Pemerintah diminta ambil langkah nyata, bukan sekadar wacana.

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
REFORMASI POLRI - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus (kanan), dalam diskusi media bertajuk "Reformasi Polisi: Satu Keharusan", di kantor Formappi, Jakarta, Kamis (18/9/2025). Lucius menilai, reformasi Polri perlu dukungan politik dari Presiden dan DPR. 

Ringkasan Utama

Formappi menilai reformasi Polri tak bisa dimulai tanpa pergantian Kapolri. Pemerintah dan DPR diminta ambil langkah tegas, bukan sekadar wacana.

 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai reformasi institusi kepolisian tidak akan berjalan efektif jika hanya dilakukan dari dalam tubuh Polri.

Ia menyebut, langkah awal yang paling konkret adalah mengganti pimpinan tertinggi Polri.

"Yang paling jelas untuk menunjukkan keseriusan negara atau pemerintah ini untuk melakukan reformasi kepolisian ini mulai dengan mengganti Kapolri-nya," kata Lucius dalam diskusi media bertajuk “Reformasi Polisi: Satu Keharusan” di kantor Formappi, Jakarta, Kamis (18/9/2025).

Lucius menyoroti masa jabatan Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang dinilai sudah cukup lama, namun belum menunjukkan perubahan signifikan di tengah rentetan persoalan yang menimpa institusi Polri.

"Kalau berharap kepada Pak Listyo untuk melakukan perubahan, ya gimana ya? Sedemikian banyak persoalan yang terjadi satu, dua tahun terakhir ini, itu tidak juga membuat dia merasa atau membuat DPR atau Pemerintah atau Presiden merasa perlu mengganti orang ini," ujarnya.

Ia juga menilai Listyo tidak menunjukkan sikap reflektif terhadap berbagai masalah yang langsung menyangkut dirinya.

"Dan Pak Listyo sendiri juga tidak merasa perlu untuk mengundurkan dirinya dengan masalah-masalah yang langsung terkait dengan dirinya," sambung Lucius.

Di sisi lain, pemerintah mulai merancang langkah reformasi struktural terhadap Polri.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa tugas dan wewenang Polri akan dikaji ulang melalui Komisi Reformasi Polri yang akan dibentuk lewat Keputusan Presiden.

"Ini tugas dari komisi reformasi inilah untuk merumuskan perubahan-perubahan itu dan syarat-syarat itu akan diserahkan kepada Presiden nantinya," ujar Yusril di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Hasil kajian tersebut rencananya akan dituangkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Badan Legislasi DPR telah mengusulkan revisi UU Polri masuk dalam Prolegnas 2025–2029.

Baca juga: Kemendagri: Pencopotan Kepala SMPN 1 Prabumulih oleh Wali Kota Tidak Sesuai Mekanisme

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto disebut telah memiliki konsep reformasi Polri.

Hal itu diungkapkan oleh Gomar Gultom dari Gerakan Nurani Bangsa (GNB) usai bertemu Presiden di Istana Kepresidenan, Jakarta.

"Harapan-harapan yang diminta oleh teman-teman itu juga malah sudah dalam konsepnya Bapak Presiden. Jadi istilahnya tadi itu gayung bersambut," ujar Gomar, Kamis (11/9/2025) malam.

GNB juga menyerukan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap Polri, terutama pasca demonstrasi besar akhir Agustus lalu.

Presiden disebut menyetujui pembentukan tim atau komisi reformasi kepolisian sebagai respons atas tuntutan publik.

Latar Belakang: Tuntutan Publik Usai Tragedi Affan Kurniawan

KERUSUHAN MAKO BRIMOB - Warga melakukan aksi menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online oleh mobil rantis Brimob di Kwitang, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut pengusutan kasus penabrakan oleh mobil rantis Brimob yang menewaskan pengemudi ojek online Affan Kurniawan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KERUSUHAN MAKO BRIMOB - Warga melakukan aksi menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online oleh mobil rantis Brimob di Kwitang, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut pengusutan kasus penabrakan oleh mobil rantis Brimob yang menewaskan pengemudi ojek online Affan Kurniawan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Langkah Presiden Prabowo membentuk Tim Reformasi Polri tak lepas dari tekanan publik pasca demonstrasi nasional 25–31 Agustus 2025.

Aksi yang dipicu kenaikan tunjangan DPR RI berujung bentrokan di sejumlah kota, termasuk insiden tragis tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan (21) yang terlindas kendaraan taktis Brimob di depan Gedung DPR RI.

Baca juga: Bukan Ikut Demo, Bima dan Eko Pergi dari Rumah Karena Ingin Hidup Mandiri

Komnas HAM mencatat sedikitnya 10 korban jiwa selama eskalasi demonstrasi, sebagian diduga akibat kekerasan aparat. Gelombang protes dari masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah dan BEM SI, menyerukan reformasi menyeluruh terhadap Polri.

Presiden Prabowo menyampaikan belasungkawa dan menyatakan keprihatinan, sebelum akhirnya mengumumkan pembentukan tim reformasi sebagai respons atas tuntutan akuntabilitas dan profesionalisme institusi kepolisian.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan