Korban PSN Menguji Legitimasi Konstitusional Proyek Strategis Nasional
Sidang hari ini turut menghadirkan korban PSN yang datang langsung ke ruang sidang untuk menyampaikan dampak nyata yang mereka alami.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Sidang ke-III perkara Judicial Review terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja digelar hari ini, Selasa (19/8/2025) di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Sidang memasuki agenda mendengarkan keterangan dari DPR RI dan Presiden Republik Indonesia.
Sidang ini berlangsung hanya beberapa hari setelah Presiden Prabowo Subianto menyampaikan Pidato Kenegaraan pada 15 Agustus 2025, yang menegaskan rencana ekspansi jutaan hektar lahan pangan sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), termasuk di wilayah Papua.
Pernyataan tersebut memperkuat arah kebijakan pemerintah yang dinilai tidak melakukan evaluasi kritis terhadap kegagalan program Food Estate sebelumnya, serta mengabaikan dampak kerusakan lingkungan, pelanggaran hak masyarakat adat, dan ancaman terhadap kedaulatan pangan lokal.
Permohonan judicial review diajukan pada 4 Juli 2025 oleh delapan organisasi masyarakat sipil, satu individu, dan dua belas korban PSN yang terdiri dari masyarakat adat, petani, nelayan, dan akademisi.
Mereka menggugat norma-norma dalam UU Cipta Kerja yang memberi legitimasi pada “kemudahan dan percepatan PSN”, yang tersebar di berbagai sektor hukum seperti UU Kehutanan, UU Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, UU Penataan Ruang, serta UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Secara substansi, norma tersebut dinilai multitafsir dan membuka celah pembajakan regulasi.
Frasa “kemudahan dan percepatan PSN” dianggap memberi kewenangan berlebihan kepada pemerintah untuk meloloskan proyek besar tanpa mekanisme pengawasan yang memadai, bertentangan dengan prinsip negara hukum dan supremasi konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Ketentuan tersebut juga berimplikasi pada penyalahgunaan konsep “kepentingan umum”, yang dalam praktiknya menjadi dasar hukum bagi badan usaha untuk mengambil alih tanah warga, termasuk tanah adat, tanpa perlindungan hukum yang memadai.
Dampaknya adalah penggusuran paksa dan perampasan ruang hidup, yang bertentangan dengan jaminan hak atas kepastian hukum dan hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D dan Pasal 28H UUD 1945.
Selain itu, norma dalam UU Cipta Kerja membuka jalan bagi alih fungsi lahan pangan berkelanjutan untuk kepentingan PSN tanpa partisipasi bermakna atau kompensasi yang adil. Hal ini mengancam hak atas pangan dan keberlanjutan pertanian, serta bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945 tentang penguasaan negara atas sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat dan pembangunan berkeadilan.
Para pemohon juga menyoroti kecenderungan pemusatan kekuasaan di tangan pemerintah pusat, termasuk penghapusan peran DPR dalam persetujuan perubahan peruntukan kawasan hutan.
Ini menjadikan kebijakan pembangunan berskala besar sepenuhnya ditentukan oleh eksekutif tanpa mekanisme check and balance yang semestinya dijaga dalam negara hukum demokratis.
Sidang hari ini turut menghadirkan korban PSN yang datang langsung ke ruang sidang untuk menyampaikan dampak nyata yang mereka alami.
Di antaranya adalah masyarakat adat Merauke terdampak proyek Food Estate, warga Pulau Rempang yang terancam penggusuran akibat proyek Rempang Eco City, masyarakat Sulawesi Tenggara terdampak tambang nikel, warga Kalimantan Timur terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), serta masyarakat Kalimantan Utara yang terimbas Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI).
MK Tolak Seluruh Permohonan Uji Formil Revisi UU TNI dari Masyarakat Sipil dan Mahasiswa |
![]() |
---|
Pasal ‘Sapu Jagat’ UU Tipikor Digugat Adelin Lis, DPR Tegaskan Pentingnya Kepastian Hukum |
![]() |
---|
Bamsoet Ingatkan Pentingnya MK kembali ke Jalur Kosntitusional Sebagai Negative Legislator |
![]() |
---|
Sosok Pemohon Putusan MK Sehingga Ferry Irwandi Tidak Bisa Dilaporkan TNI: Aktivis, Korban UU ITE |
![]() |
---|
Guru Gugat UU Pemda ke MK, Minta Urusan Pendidikan Diambil Alih Pemerintah Pusat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.