Senin, 29 September 2025

KPK Usut Dugaan Korupsi Tambang di Lombok NTB

KPK mengakui tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait pertambangan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Editor: Dodi Esvandi
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
ASEP GUNTUR RAHAYU - Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu ketika memaparkan penetapan mantan Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Mohamad Haniv alias Muhamad Haniv alias Muhammad Haniv, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025). Haniv diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp21,5 miliar, yang di antaranya digunakan untuk acara fashion show anaknya. . 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait pertambangan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Saat ini kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.

"Bisa saya sampaikan bahwa benar sedang menangani perkara dimaksud," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam keterangannya, Jumat (15/8/2025).

Meski demikian, Asep belum merinci lebih jauh mengenai konstruksi perkara maupun pihak-pihak yang terlibat. 

Jenderal polisi bintang satu itu meminta publik untuk bersabar karena proses penyelidikan masih berjalan. 

"Masih dalam proses lidik, jadi belum kita bisa sampaikan," tegasnya.

Penyelidikan ini merupakan bagian dari perhatian panjang KPK terhadap sektor pertambangan nasional. 

Baca juga: KPK Ungkap Temuan Baru Kasus Korupsi Haji: Jemaah Furoda Fasilitasnya Mirip Haji Khusus

Sebelumnya, pada 24 Juli 2025, KPK telah memaparkan berbagai temuan permasalahan tata kelola tambang yang sudah dikaji sejak 2009.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengungkapkan bahwa kajian tersebut menemukan segudang masalah, mulai dari tumpang tindih perizinan, penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), hingga ketidaksinkronan data antara pemerintah pusat dan daerah.

"Kajian yang dilakukan oleh KPK terhadap pertambangan ini sudah dilakukan sejak tahun 2009 sampai dengan sekarang. Tentu banyak hal yang sudah dikaji, di antaranya masalah perizinan, kemudian pengelolaan," kata Setyo dalam konferensi pers Juli lalu.

Selain itu, KPK juga menyoroti rendahnya kepatuhan pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban keuangan dan administrasi kepada negara.

Menindaklanjuti temuan tersebut, KPK telah berkoordinasi dengan sejumlah kementerian terkait, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Investasi, untuk membuat rencana aksi perbaikan. 

Beberapa hasilnya antara lain pengurangan jumlah perizinan dari 4.877 izin dan pembentukan sistem data terintegrasi seperti Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara Antar Kementerian/Lembaga (Simbara).

Setyo menyebut upaya perbaikan tersebut sebenarnya telah menunjukkan hasil positif dengan meningkatnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dari sektor energi, dari Rp9 triliun pada 2013 menjadi Rp14 triliun. 

KPK berharap rencana aksi yang telah disusun dapat terus dijalankan oleh para pemangku kebijakan untuk membenahi sektor pertambangan secara menyeluruh.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan