Selasa, 7 Oktober 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

MAKI: Korupsi Kuota Haji Rugikan Negara Ratusan Miliar, KPK Harus Segera Tetapkan Tersangka

MAKI mendesak KPK segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024. 

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
KUOTA HAJI - Koordinator MAKI Boyamin Saiman. MAKI mendesak KPK segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024. 

MAKI merupakan sebuah organisasi masyarakat sipil yang aktif dalam pengawasan dan pelaporan dugaan tindak pidana korupsi di Indonesia.

MAKI dikenal luas karena peran aktifnya dalam:

  • Melaporkan dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
  • Mengajukan gugatan hukum atau permohonan informasi publik terkait kasus korupsi
  • Mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan publik
  • Mengawal proses hukum terhadap pejabat publik dan lembaga negara

Koordinator MAKI adalah Boyamin Saiman, seorang advokat, yang kerap bertindak sebagai juru bicara lembaga ini.

MAKI menaksir kerugian negara akibat dugaan praktik korupsi kuota haji ini mencapai ratusan miliar rupiah.

Boyamin Saiman, menyatakan bahwa dugaan kerugian negara dari praktik pungutan liar (pungli) pada kuota haji tambahan saja mencapai Rp691 miliar. 

Angka ini didasarkan pada alokasi 9.222 kuota tambahan yang diduga dikenakan pungli sebesar Rp 75 juta per jemaah.

"Jika kuota tambahan adalah 9.222 dikalikan Rp75 juta maka dugaan nilai pungutan liar atau korupsi adalah sebesar Rp691 miliar," kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (11/8/2025).

Menurut Boyamin, sumber utama masalah adalah pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 dari Arab Saudi. 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota haji khusus seharusnya hanya mendapat jatah 8 persen. 

Namun, dalam praktiknya, kuota tambahan tersebut dibagi rata 50:50 antara haji reguler dan haji khusus, yakni masing-masing 10.000 kuota. 

Pembagian ini, menurut MAKI, hanya didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Agama, bukan peraturan yang lebih tinggi.

"Sumber masalahnya adalah berkaitan dengan adanya kuota haji penambahan 20.000 yang harusnya itu 8 persen hanya untuk diperuntukkan haji khusus tapi nyatanya justru mendapatkan 50 persen atau 10.000," ujar Boyamin.

Selain pungli, MAKI juga menyoroti adanya dugaan penyimpangan lain seperti mark up pada biaya katering dan akomodasi hotel jemaah haji, yang nilai kerugiannya masih belum bisa dipastikan.

Oleh karena itu, MAKI mendesak KPK agar tidak hanya fokus pada pelaku di lapangan, tetapi juga menjerat para pejabat tinggi yang memiliki kewenangan dan diduga menjadi "pemberi perintah".

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved