Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK Dalami Praktik Jual Beli Kuota Haji Antar Biro Travel
KPK menduga praktik jual beli dalam skandal korupsi kuota tambahan haji tidak hanya terjadi dari biro perjalanan kepada calon jemaah.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga praktik jual beli dalam skandal korupsi kuota tambahan haji tidak hanya terjadi dari biro perjalanan kepada calon jemaah.
Lembaga antirasuah itu kini tengah mendalami adanya skema transaksi kuota antar sesama biro perjalanan (travel) haji.
Dugaan ini mengemuka seiring langkah KPK yang secara maraton memeriksa sejumlah pimpinan biro travel haji sepanjang pekan ini.
Pemeriksaan intensif tersebut bertujuan untuk membongkar mekanisme lancung dalam pengelolaan kuota haji khusus periode 2023–2024.
"KPK menduga proses jual beli kuota ini tidak hanya dilakukan biro travel kepada calon jemaah, tapi juga ada praktik-praktik penjualan kuota ibadah haji khusus ini yang dilakukan antar biro travel," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Baca juga: KPK Libatkan PPATK Telusuri Aliran Dana Korupsi Kuota Haji dan Sosok Juru Simpan
Menurut Budi, penyidik sedang fokus mendalami skema dan mekanisme para biro travel dalam mendapatkan jatah kuota haji khusus.
Kompleksitas penyidikan meningkat karena banyaknya pihak yang terlibat.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya menyebut ada sekitar 400 biro perjalanan yang tersangkut dalam sengkarut ini.
Baca juga: KPK Tegaskan Kasus Korupsi Kuota Haji Tak Sasar Ormas, Fokus Dalami Peran Individu
"Ini skemanya sedang didalami penyidik, karena memang biro perjalanan yang melakukan atau menyelenggarakan ibadah haji khusus ini kan cukup banyak. Sehingga memang penyidikannya juga cukup kompleks," ucap Budi.
Pada hari ini, Selasa (23/9/2025), KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima petinggi biro perjalanan haji di Mapolda Jawa Timur.
Mereka diperiksa sebagai saksi untuk mengungkap bagaimana praktik di lapangan berjalan, termasuk dugaan adanya "uang percepatan" senilai 2.400 dollar AS (sekitar Rp 37 juta) per jemaah yang diminta oknum di Kementerian Agama.
Kasus ini berawal dari dugaan penyelewengan alokasi 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi.
Kuota tersebut dibagi rata 50:50 untuk haji reguler dan khusus.
Pembagian ini dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang menetapkan porsi haji khusus hanya 8 persen dari total kuota nasional, sehingga membuat kuota haji khusus membengkak secara tidak wajar dan menjadi ladang korupsi.
KPK menegaskan bahwa penyidikan terus berjalan positif tanpa kendala dan meminta publik bersabar menanti penetapan tersangka, seiring fokus lembaga tersebut dalam menelusuri aliran dana dan memburu sosok "juru simpan" yang diduga menjadi pengepul utama uang hasil korupsi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.