Dugaan Korupsi Kuota Haji
Korupsi Kuota Haji, 7 Saksi dari Petinggi dan Perwakilan Biro Travel Diperiksa di Polda Jatim
Tim penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh saksi yang berasal dari kalangan petinggi dan perwakilan biro perjalanan (travel) haji.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemanfaatan kuota haji tambahan untuk periode 2023–2024.
Hari ini, Rabu (24/9/2025), tim penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh saksi yang berasal dari kalangan petinggi dan perwakilan biro perjalanan (travel) haji.
Baca juga: KPK Libatkan PPATK Telusuri Aliran Dana Korupsi Kuota Haji dan Sosok Juru Simpan
Pemeriksaan lanjutan ini dilaksanakan di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi kegiatan penyidikan tersebut dalam keterangannya pada Rabu (24/9/2025).
"Hari ini, tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan saksi-saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelenggaraan ibadah haji. Pemeriksaan dilakukan di Polda Jawa Timur," ujar Budi.
Ketujuh saksi yang dipanggil untuk memberikan keterangan adalah:
- Mohammad Ansor Alamsyah (Komisaris PT Shafira Tour & Travel)
- Syarif Hidayatullah (Direktur Utama PT Persada Duabeliton Travel)
- Ismed Jauhar (Komisaris PT Tourindo Gerbang Kerta Susila)
- Asyhar (Direktur PT Safari Global Perkara)
- Irma Fatrijani (Direktur PT Panglima Express Biro Perjalanan Wisata)
- Denny Imam Syapi'i (Manager Bagian Haji PT Saudaraku)
- Syihabul Muttaqin (Wiraswasta)
Baca juga: KPK Tak Kunjung Tetapkan Tersangka Korupsi Kuota Haji, Ada Intervensi dari Istana?
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk membongkar mekanisme lancung di balik pembagian kuota tambahan haji.
Fokus penyidikan adalah untuk mendalami bagaimana para biro travel tersebut bisa memperoleh kuota haji khusus tambahan dan menelusuri dugaan adanya permintaan sejumlah uang untuk memuluskan proses tersebut.
Modus 'Uang Pelicin' dan Pelanggaran Aturan
Kasus ini bermula dari alokasi 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi.
Kuota tersebut diduga dibagi secara tidak proporsional, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus.
Pembagian ini dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang seharusnya menetapkan porsi haji khusus hanya sebesar 8?ri total kuota nasional.
Akibatnya, kuota haji khusus melonjak drastis dan diduga kuat menjadi ladang korupsi.
Dalam pengembangan kasus, KPK menemukan adanya dugaan permintaan "uang percepatan" senilai 2.400 dolar AS (sekitar Rp 37 juta) per jemaah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.