Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK Dalami Peran 5 Petinggi Travel Haji: Usut Cara Dapat Kuota Tambahan dan Permintaan Uang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut skandal dugaan korupsi terkait pemanfaatan kuota tambahan haji periode 2023–2024.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut skandal dugaan korupsi terkait pemanfaatan kuota tambahan haji periode 2023–2024.
Hari ini, Selasa (23/9/2025), penyidik memfokuskan pemeriksaan pada lima pimpinan biro perjalanan (travel) haji untuk mendalami bagaimana cara mereka memperoleh kuota haji khusus tambahan serta dugaan adanya permintaan sejumlah uang untuk memuluskan proses tersebut.
Pemeriksaan ini dilangsungkan di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur.
Kelima saksi yang hadir diperiksa untuk mengungkap mekanisme lancung di balik pembagian kuota yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah.
"Para saksi didalami terkait cara perolehan kuota tambahan haji khusus dan permintaan uang untuk mendapatkan kuota tambahan haji khusus," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya pada Selasa (23/9/2025).
Baca juga: Mahfud MD Bicara soal Khalid Basalamah dalam Kasus Korupsi Kuota Haji: Saya Percaya Dia Korban
Adapun kelima petinggi biro perjalanan yang diperiksa adalah Muhammad Rasyid, Direktur Utama PT Saudaraku; Rbm Ali Jaelani, Bagian Operasional Haji PT Menara Suci Sejahtera; dan Siti Roobiah Zalfaa, Direktur PT Al-Andalus Nusantara Travel.
Kemudian, Zainal Abidin, Direktur PT Andromeda Atria Wisata; dan Affif, Direktur PT Dzikra Az Zumar Wisata.
Fokus penyidikan ini sejalan dengan temuan awal KPK mengenai adanya dugaan "uang percepatan" senilai 2.400 dolar AS (sekitar Rp 37 juta) per jemaah yang diminta oleh oknum di Kementerian Agama (Kemenag) kepada biro perjalanan.
Baca juga: KPK Tak Kunjung Tetapkan Tersangka Korupsi Kuota Haji, Ada Intervensi dari Istana?
Uang tersebut diduga menjadi pelicin agar calon jemaah bisa berangkat melalui jalur haji khusus yang kuotanya membengkak secara tidak wajar.
Kasus ini bermula dari alokasi 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi.
Kuota tersebut dibagi rata 50:50 antara haji reguler dan haji khusus.
Pembagian ini dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang seharusnya menetapkan porsi haji khusus hanya sebesar 8 persen dari total kuota nasional.
Akibatnya, kuota haji khusus melonjak drastis dan diduga kuat menjadi ladang korupsi.
Selain mendalami alur permintaan uang dari oknum Kemenag ke biro travel, KPK juga mengendus adanya praktik jual beli kuota antar sesama biro perjalanan.
"KPK menduga proses jual beli kuota ini tidak hanya dilakukan oleh biro travel kepada calon jemaah, tapi juga ada praktik-praktik penjualan kuota ibadah haji khusus ini yang dilakukan antar biro travel," tambah Budi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.