Kebakaran Hutan dan Lahan
Pentingnya Komunikasi Krisis ASN Terkait Isu Kebakaran Hutan dan Lahan
Penanganan karhutla saat ini memiliki urgensi yang semakin tinggi salah satunya terkait ancaman terhadap kesehatan masyarakat dan kerusakan alam.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah meningkatnya isu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menjadi sorotan, peran Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam mengelola komunikasi krisis dinilai semakin penting.
ASN yaitu profesi bagi pegawai yang bekerja di instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Baca juga: Waspadai Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan saat Puncak Kemarau di 10 Hari Pertama Bulan Agustus
Komunikasi krisis adalah proses penyampaian, pengolahan, dan penyebaran informasi yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga kepada publik sebelum, saat, dan setelah terjadi krisis. Tujuannya adalah untuk mengendalikan situasi, menjaga reputasi, dan membangun kembali kepercayaan publik.
Tujuannya yakni untuk mengendalikan situasi, menjaga reputasi, dan membangun kembali kepercayaan publik.
Baca juga: 47 Hektare Lahan Terbakar di Sumsel, Desk Karhutla & Kementerian terkait Diminta Aktif & Siap Siaga
Kecepatan dan ketepatan dalam menyampaikan informasi kepada publik, serta kemampuan media handling secara efektif, kini menjadi sebuah keharusan.
Demikian dikatakan Plt. Direktur Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan, Kemkomdigi, yang diwakili Ketua Tim Pengelolaan Komunikasi Strategis Pemerintah, Hastuti Wulanningrum.
Hastuti menyampaikan bahwa isu karhutla perlu ditangani bersama, termasuk dari segi komunikasi.
Karhutla yaitu peristiwa terbakarnya area hutan atau lahan yang bisa terjadi secara alami maupun akibat ulah manusia. Karhutla termasuk bencana lingkungan yang berdampak luas terhadap ekosistem, kesehatan, dan ekonomi.
“Kemkomdigi khususnya Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media, merupakan satuan tugas (satgas) yang bertanggung jawab dalam komunikasi publik mengenai isu kebakaran hutan dan lahan,” kata Hastuti dalam acara Bimbingan Teknis Media Handling Komunikasi Krisis Isu Kebakaran Hutan dan Lahan di Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (31/7/2025).
Menurutnya, penanggulangan isu karhutla tidak bisa dikerjakan sendiri oleh Kementerian Kehutanan maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Dia mengatakan kolaborasi lintas sektor dibutuhkan dalam mengelola krisis dan menyampaikan informasi ke masyarakat luas.
“Di era digital, pengelolaan komunikasi krisis menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya penanggulangan karhutla,” tambah Hastuti.
Pada 28 Juli 2025, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia akan menghadapi puncak musim kemarau pada Agustus 2025.
Terutama di wilayah Sumatra dan Kalimantan, dengan wilayah prioritas mencakup Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Meskipun Indonesia memasuki kondisi La Niña (kemarau basah) hingga Mei 2025, risiko karhutla tetap tinggi, terutama di wilayah dengan vegetasi kering dan lahan gambut.
Baca juga: Kementerian Lingkungan Hidup Tindak Korporasi Pemicu Karhutla di Riau
Penanganan karhutla saat ini memiliki urgensi yang semakin tinggi salah satunya terkait ancaman terhadap kesehatan masyarakat dan kerusakan alam.
Kebakaran Hutan dan Lahan
Waspadai Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan saat Puncak Kemarau di 10 Hari Pertama Bulan Agustus |
---|
Terdampak Perang Rusia-Ukraina, BNPB Sulit Dapat Helikopter Water Bombing untuk Tangani Karhutla |
---|
Tinjau Posko Kebakaran Hutan Pekanbaru, Gibran: Jangan Lagi Ada Pembukaan Lahan Tidak Sesuai Aturan |
---|
Kemenhut Akui Warga Sengaja Bakar Lahan karena Tanahnya Lebih Subur dan Harga Jual Tinggi |
---|
Pihak Kemenhut Sebut Manusia Jadi Dalang Utama Kebakaran Hutan dan Lahan |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.