Jumat, 3 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Titip Harapan ke Hakim Sidang Vonis Hasto agar Adil, Todung Mulya Lubis: Ini yang Saya Inginkan

Todung Mulya Lubis mengungkapkan keinginannya pada sidang vonis Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).

Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
Sidang Praperadilan Hasto - Kuasa Hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis menyatakan putusan hakim dangkal tidak menerima permohonan kliennya terkait penetapan tersangka oleh KPK, PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025). Todung Mulya Lubis mengungkapkan ingin hakim tegakkan keadilan di sidang vonis Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis, mengungkapkan keinginannya terkait sidang vonis kliennya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).

Hasto Kristiyanto menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan (obstruction of justice) terkait penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku.

Dalam perkara ini, jaksa menuntut Hasto dengan pidana tujuh tahun penjara atas dua dakwaan, yakni suap PAW dan perintangan penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hasto akan menghadapi putusan atas dua kasus yang menjeratnya yang digelar mulai pukul 13.00 WIB di ruang Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali pada Jumat, siang ini.

Berdasarkan tayangan Breaking News Kompas TV, pengacara senior yang juga tim kuasa hukum Hasto sudah tiba di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Ia mengungkapkan harapan dan keinginannya agar majelis hakim menegakkan keadilan.

"Kami menunggu dan ingin menitipkan harapan kepada majelis hakim supaya majelis hakim membuktikan dirinya kepada publik sebagai majelis hakim yang punya wibawa, menjalankan hukum, menegakkan keadilan, dan tidak tampil sebagai bagian dari skenario kekuasaan, ini yang saya inginkan," ucapnya, Jumat.

Ia tak ingin nasib kasus Hasto seperti eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.

Tom Lembong telah mendapat vonis terkait kasus impor gula di lingkungan Kementerian Perdagangan pekan kemarin. 

Tom Lembong divonis 4 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 2,1 miliar, dalam kasus impor gula.

"Karena seperti dalam kasus Tom Lembong, kita juga melihat pengadilan kok terjebak dalam skenario kekuasaan."

"Thomas Lembong tidak melakukan korupsi menurut hemat saya dan banyak orang, karena dia melakukan hal kebijakan yang sudah disepakati, kenapa tiba-tiba dipidanakan."

"Kasus ini juga kasus yang sudah mati pada tahun 2019-2020, sudah inkrah," tegas Todung. 

Baca juga: Detik-Detik Jelang Vonis, Ini yang Dilakukan Hasto Kristiyanto di Dalam Sel

Lebih lanjut, Todung menegaskan, dirinya sebenarnya tak ingin kasus Hasto bergulir. 

"Saya merasa tidak nyaman ketika kasus ini digulirkan, apalagi kalau melihat proses peradilan yang menghadirkan saksi dan ahli yang kebetulan penyidik-penyidik KPK."

"Buat saya, itu satu anomali, pelanggaran hukum acara," imbuhnya. 

Sebelumnya, tim kuasa hukum Sekjen Hasto juga menargetkan kliennya akan bebas dalam sidang vonis hari ini.

Sehingga, ia bisa kembali ke kandang banteng dan kembali ke aktivitas politiknya.

Istilah "Kandang Banteng", identik dengan markas PDI Perjuangan, digunakan untuk menandakan kembalinya Hasto sebagai Sekjen partai.

Kuasa hukum Hasto, Patra M Zen, pun optimistis akan membawa pulang kliennya.

“Insyaallah kalau memang Tuhan mengizinkan, hari Jumat tanggal 25 Juli 2025 kita bawa pulang Pak Sekjen. Kita bawa pulang Pak Hasto ke Kandang Banteng. Terima kasih,” katanya setelah persidangan duplik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Menurut Patra, optimisme tersebut, bukan tanpa dasar.

Ia mengatakan, seluruh fakta yang terungkap di persidangan justru melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Patra menambahkan, dari 15 saksi yang dihadirkan JPU, tidak ada satu pun yang keterangannya memberatkan atau membuktikan keterlibatan Hasto dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait Harun Masiku.

Lebih lanjut, Patra menyebut, alat bukti lain, termasuk keterangan ahli bahasa yang diajukan jaksa, justru dinilai menguntungkan pihak Hasto. 

Bahkan, ia menyoroti alat bukti petunjuk berupa rekaman sadapan yang dianggapnya ilegal dan tidak sah untuk digunakan sebagai pertimbangan hakim.

"Kita berdoa di hari Jumat ini, hari yang berkah, mudah-mudahan tiga majelis hakim ini berani mengambil keputusan berdasarkan fakta persidangan," harap Patra.

Sementara itu, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut buka suara terkait sidang vonis Hasto Kristiyanto siang nanti.

KPK berharap, sidang vonis Hasto berjalan lancar dan kondusif

KPK akan menghormati dan menerima apa pun putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Hasto.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan pihaknya telah berupaya maksimal dalam menangani perkara ini sesuai koridor hukum yang berlaku.

"Putusan yang besok (hari ini) disampaikan. Kami sudah berusaha melaksanakan upaya penyelidikan, penyidikan, kemudian penuntutan," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).

KPK, lanjut Asep, telah menyerahkan sepenuhnya proses peradilan kepada majelis hakim, termasuk dengan menghadirkan sejumlah saksi dan menyerahkan berbagai alat bukti yang relevan selama persidangan.

Baca juga: KPK Berharap Sidang Vonis Hasto Kristiyanto Besok Berjalan Lancar dan Kondusif

Perjalanan Kasus Hasto

Hasto Kristiyanto pertama kali ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK pada 24 Desember 2024 lalu.

Hasto lantas menjalani sidang perdana sebagai terdakwa pada 14 Maret 2025 lalu.

Kemudian, Hasto didakwa melakukan dua tindak pidana yaitu dugaan suap dan perintangan penyidikan.

Terkait dugaan suap, Hasto disebut bersama tersangka lainnya yaitu advokat Donny Tri Istiqomah; eks kader PDIP, Saeful Bahri; dan Harun Masiku; dalam kurun waktu Juni 2019-Januari 2020.

Dalam melakukan suap tersebut, Hasto menyediakan uang sebesar Rp600 juta untuk diberikan kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.

"Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW (pergantian antarwaktu) Caleg Terpilih dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," kata jaksa KPK dalam sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada 14 Maret 2025.

Jaksa menyebut, Hasto turut dibantu anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat itu, Agustiani Tio Fridelina, yang memiliki kedekatan dengan Wahyu.

Atas permintaan Saeful Bahri tersebut, Agustiani Tio Fridelina menghubungi Wahyu Setiawan untuk pengurusan penggantian Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezki Aprilia kepada Harun Masiku.

Selanjutnya, pemberian suap kepada Wahyu oleh Hasto tidak dilakukan sekali bayar tetapi secara bertahap tergantung tahapan permohonan PAW terhadap Harun Masiku.

"Bahwa Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350.00 atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI periode 2017-2022," jelas jaksa.

"Bersama-sama Agustiani Tio Fridelina dengan maksud supaya Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," imbuhnya. 

Mengenai dakwaan perintangan penyidikan, jaksa mengatakan, Hasto memperoleh informasi, KPK bakal melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus Harun Masiku ini.

Awalnya, jaksa mengatakan, KPK melakukan OTT terhadap Wahyu Setiawan yang ketika itu menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Bandara Soekarno Hatta.

Penangkapan tersebut, karena Wahyu disebut menerima suap untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR lewat PAW untuk periode 2019-2024.

Pada saat bersamaan, jaksa mengatakan, Hasto mengetahui Wahyu terjaring OTT KPK sekitar pukul 18.19 WIB.

Saat itulah Hasto memerintahkan Harun Masiku agar merendam ponselnya dan kabur.

"Kemudian terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK," kata jaksa.

Selanjutnya, Nurhasan bertemu Harun Masiku di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, sekira pukul 18.35 WIB.

KPK disebut tidak bisa melacak handphone Harun Masiku pada pukul 18.52 WIB.

Lantas, penyidik KPK memantau keberadaan Harun Masiku lewat ponsel milik Nurhasan dan terpantau berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Kemudian, Jaksa menambahkan, petugas KPK mendatangi PTIK, namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku.

Atas perbuatannya, Hasto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dalam perkembangannya, Hasto dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan penjara oleh jaksa dalam kasus Harun Masiku ini pada 3 Juli 2025 lalu.

Adapun hal yang memberatkan adalah Hasto dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

"(Hal memberatkan lainnya) terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata jaksa.

Sementara, hal yang meringankan, adalah terdakwa bertindak sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.

Atas tuntutan tersebut, jaksa menganggap berdasarkan fakta persidangan, Hasto telah memenuhi unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Yohanes Liestyo Poerwoto, Fersianus Waku, Igman Ibrahim, Theresia Felisiani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved