Kamis, 2 Oktober 2025

Beras Oplosan

Kompolnas Dukung Penindakan Tegas Kasus Beras Oplosan: Tak Boleh Tebang Pilih

Anam mengingatkan pola kejahatan pangan seperti oplosan biasanya melibatkan motif keuntungan dan tak jarang pelakunya korporasi besar

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Eko Sutriyanto
Warta Kota/Yulianto
BERAS OPLOSAN - Bongkar muat beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa (15/7/2025). Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah penindakan tegas praktik pengoplosan beras yang merugikan masyarakat.  Dukungan ini sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang secara terbuka menegaskan bahwa praktik oplosan merupakan bentuk kejahatan serius yang membahayakan stabilitas pangan nasional. Warta Kota/Yulianto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah penindakan tegas praktik pengoplosan beras yang merugikan masyarakat. 

Dukungan ini sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang secara terbuka menegaskan bahwa praktik oplosan merupakan bentuk kejahatan serius yang membahayakan stabilitas pangan nasional.

Komisioner Kompolnas Choirul Anam menekankan pengawasan oleh Satgas Pangan Polri harus terus berjalan dan tidak boleh tebang pilih. 

Anam mengingatkan pola kejahatan pangan seperti oplosan biasanya melibatkan motif keuntungan.

Tidak jarang para pelakunya ialah korporasi berskala besar.

"Soal Satgas Pangan itu penting, karena menyangkut hajat hidup orang banyak pola utamanya adalah mengoplos, menurunkan kualitas demi keuntungan sebesar-besarnya," ucap Anam kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Selasa (22/7/2025).

Baca juga: Prabowo Sebut Kasus Beras Oplosan juga Terjadi di Malaysia, Bagaimana Faktanya?

"Tidak ada jalan lain selain menindak tegas, dan biasanya model seperti ini bukan hanya dilakukan oleh perusahaan kecil, tapi juga perusahaan besar," sambungnya.

Menanggapi pendapat sebagian pengamat yang menyarankan agar kasus-kasus oplosan tak perlu dibawa ke ranah hukum, Kompolnas menilai pendekatan itu keliru. 

Menurutnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri punya strategi penegakan hukum guna menjaga stabilitas ekonomi, termasuk pangan.

"Mereka punya cara tersendiri untuk mengelola kasus, agar tidak menimbulkan gejolak tapi tindakan tegas tetap dijalankan seperti dalam kasus sektor keuangan, kalau didiamkan bisa kacau, begitu pula pangan," kata Anam.

Kompolnas pun menegaskan pihaknya telah menerima penjelasan dari Dittipideksus mengenai bagaimana pendekatan penegakan hukum dijalankan dengan mempertimbangkan risiko di luar konteks hukum semata.

“Pengawasan dan penindakan harus tetap dilanjutkan, masa orang berbuat jahat merugikan masyarakat tidak ditindaklanjuti?” tegas Anam.

Kejahatan pangan seperti beras oplosan dinilai harus dibongkar hingga ke akar, agar konsumen terlindungi dan pasar tetap sehat.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato pada Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jawa Tengah, pada Minggu malam (20/7/2025).

Dalam pidatonya Prabowo menyoroti mengenai adanya mafia pangan di tanah air. 

Ia berkomitmen untuk memberantas mafia pangan tersebut karena sangat merugikan rakyat dan negara.

"Masih banyak ada permainan-permainan jahat dari beberapa pengusaha-pengusaha yang menipu rakyat," katanya.

Prabowo menyebut, praktik curang dengan menjual beras biasa sebagai beras premium demi meraup untung lebih besar merupakan tindakan yang tak bisa ditolerir. 

Dia menegaskan telah memerintahkan aparat penegak hukum, mulai dari Jaksa Agung hingga kepolisian, untuk menindak tegas pelaku tanpa pandang bulu.

“Beras biasa dibilang beras premium, harganya dinaikin seenaknya. Ini pelanggaran. Ini saya telah minta Jaksa Agung dan polisi mengusut dan menindak pengusaha-pengusaha tersebut tanpa pandang bulu,” kata Prabowo.

Menurut laporan yang diterima Prabowo, kerugian negara akibat permainan kotor tersebut mencapai angka fantastis, yakni Rp100 triliun setiap tahun. 

Ia bahkan menyebut praktik ini sebagai bentuk “subversi ekonomi” karena dampaknya yang langsung merugikan rakyat kecil.

“Saya dapat laporan kerugian yang dialami oleh bangsa Indonesia adalah Rp100 triliun tiap tahun. Ini kejahatan ekonomi yang luar biasa. Menurut saya ini sudah termasuk subversi ekonomi, menikam rakyat,” katanya.

Lebih lanjut, Prabowo menyampaikan optimismenya terhadap ketahanan pangan Indonesia yang saat ini menunjukkan hasil signifikan. 

Ia membeberkan cadangan beras pemerintah telah mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah, yakni 4,2 juta ton. 

Tak hanya beras, produksi jagung juga meningkat hingga 30 persen, sedangkan produksi beras naik 48 persen.

“Produksi pangan kita belum pernah dalam sejarah kita memiliki cadangan beras di gudang pemerintah lebih dari 4,2 juta ton beras. Jagung juga produksinya naik 30 persen, beras naik 48 persen, dan kita akan terus tegakkan,” ujarnya.
 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved