Program Makan Bergizi Gratis
YLKI Heran SPPG Baru Wajib Punya Sertifikat Higienis setelah Marak Keracunan MBG: Harusnya dari Awal
YLKI mengaku heran mengapa pemerintah baru mewajibkan setiap SPPG mengantongi SLHS untuk mengelola program MBG,
TRIBUNNEWS.COM - Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) mengaku heran mengapa pemerintah baru mewajibkan setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur pengelola program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS) setelah maraknya keracunan massal pada siswa.
Pengurus harian YLKI, Rafika Zulfa menilai seharusnya setiap SPPG mengantongi SLHS sebelum program MBG dijalankan.
SLHS adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan sebagai bukti bahwa suatu tempat yang beroperasi dalam penyediaan makanan, minuman, atau jasa boga telah memenuhi persyaratan higiene (kebersihan) dan sanitasi (kesehatan lingkungan).
Kewajiban setiap SPPG memiliki SLHS diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan seusai melakukan rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga yang berkaitan dengan program MBG pada Minggu, 28 September 2025 lalu.
"Justru kami balik bertanya ya, sebelum dilaksanakan program ini apakah tidak dipikirkan terlebih dahulu ya? Karena kan sebetulnya pangan itu kan salah satunya memang harus ada sertifikat higienitas dan sanitasi (SLHS)."
"Bagaimana bisa selama ini berjalan, ternyata atau jangan-jangan gitu ya, kita curiga memang belum ada sertifikat hygiene sanitasinya. Nah, ini bagaimana jaminan untuk keamanan pangan dalam hal ini kan penerima manfaat adalah anak-anak, kami sangat menyayangkan," ungkap Rafika dalam program dialog Overview Tribunnews, Rabu (1/10/2025).

Diketahui, sejak Januari hingga September 2025 terjadi 103 kasus keracunan MBG dengan total korban 9.089 orang di 83 kabupaten/kota pada 28 provinsi, menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Rafika setuju pemerintah mewajibkan setiap SPPG memiliki SLHS, meski sebetulnya ini langkah terlambat.
"Ya, tentu sangat setuju. Bahkan seharusnya jauh sebelum program ini diimplementasikan, hal itu harusnya sudah dirumuskan oleh pemerintah," tegasnya.
Menurut Rafika, jika memang pemerintah baru mewajibkan sekarang, maka hal itu membenarkan adanya ketidakberesan dalam proses distribusi MBG.
"Jadi kami melihat program ini terkesan terburu-buru, terkesan hanya untuk menepati janji kampanye dahulu gitu."
"Jadi seolah-olah belum ada persiapan yang matang sehingga tadi saat implementasinya ternyata banyak dampak yang tidak diharapkan sebelumnya seperti itu dan kami sangat menyayangkan," ungkapnya.
Baca juga: Carut Marut Program MBG selain Keracunan: SPPG Dikuasai Keluarga, Yayasan Terafiliasi Politik
8.000 Dapur MBG Tak Punya Sertifikat Higienis
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menyebut 8.000 dapur MBG yang tersebar di Indonesia tak mengantongi sertifikat higienis.
Qodari mengatakan bahwa sebanyak 8.549 dari 8.583 dapur MBG atau SPPG di Indonesia belum mengantongi Sertifikasi Laik Hygiene dan Sanitasi (SLHS).
Menurutnya hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS, terdata hingga 22 September 2025.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.