Kontroversi Somasi TPDI kepada Wapres Gibran Dinilai Tidak Tepat Secara Konstitusional
Somasi yang dilayangkan TPDI dan Advokat Perekat Nusantara menuding keberadaan Gibran sebagai Wakil Presiden mendelegitimasi pemerintahan hasil Pemilu
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Sri Juliati
Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga mengusulkan pemakzulan Gibran, meskipun usulan tersebut tidak mendapat respons signifikan dari DPR.
Pengamat politik Muhammad Said Didu bahkan menyebut parlemen telah "melecehkan suara rakyat" dengan tidak menindaklanjuti usulan pemakzulan tersebut.
"Para politisi saat ini seperti menari poco-poco di atas usulan pemakzulan, sementara rakyat dan para jenderal hanya dijadikan ‘gendang’ pengiring," kritik Didu melalui akun X-nya pada 3 Juli 2025.
TPDI dan Advokat Perekat Nusantara mengancam akan membawa isu ini ke MPR untuk menggelar sidang khusus guna mendiskualifikasi Gibran, bukan melalui mekanisme pemakzulan, jika somasi tidak diindahkan dalam tujuh hari.
Mereka menegaskan bahwa langkah ini merupakan "aspirasi masyarakat" sesuai Pasal 5 huruf d dan Pasal 10 huruf b UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Konteks Politik dan Kritik terhadap Demokrasi
Kontroversi ini terjadi di tengah kritik terhadap kondisi demokrasi Indonesia.
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, menyebut era pemerintahan Presiden Joko Widodo sebagai "black hole demokrasi" yang ditandai dengan pelemahan KPK, praktik nepotisme, dan pengabaian etika bernegara.
Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran publik terhadap legitimasi pemerintahan Prabowo-Gibran, yang juga disorot dalam tagar "Indonesia Gelap" di media sosial sejak Februari 2025.
Hingga 6 Juli 2025, belum ada respons resmi dari Gibran terkait somasi ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.