Sabtu, 4 Oktober 2025

NasDem Tolak Putusan MK Pisahkan Pemilu, Golkar Ajukan Pertanyaan Mendasar 

Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, merespons sikap penolakan Partai NasDem atas putusan MK pisahkan Pemilu.

Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
MK PISAHKAN PEMILU - Sekjen DPP Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Golkar DPR RI Muhammad Sarmuji saat ditemui awak media usai acara soft launching AMPI Media Center, di Kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (28/5/2025). Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, merespons sikap penolakan Partai NasDem atas putusan MK pisahkan Pemilu. 

Dia berpendapat, perpanjangan masa jabatan anggota DPRD setelah selesai periode 5 tahun, akan menempatkan para anggota DPRD tersebut bertugas dan menjabat tanpa landasan demokratis.

Padahal, jabatan anggota DPRD adalah jabatan politis yang hanya dapat dijalankan berdasarkan hasil Pemilu sebagaimana pasal 22 E UUD NRI 1945. 

"Artinya berdasarkan konstitusi, tidak ada jalan lain selain pemilu yang dapat memberikan legitimasi seseorang menjadi anggota DPRD. Menjalankan tugas perwakilan rakyat tanpa mendapatkan legitimasi dari rakyat melalui pemilu adalah inkonstitusional," ungkap Lestari.

Selain itu, Lestari menegaskan bahwa perubahan sistem Pemilu berdasarkan putusan MK yang mengambil posisi positive legislator ini harus dirunut sejak putusan MK yang memerintahkan Pilpres dan Pileg serentak.

Dia menjelaskan, pertimbangannya bukan didasarkan tafsir konstitusional yang berdasarkan risalah pembahasan terkait pelaksanaan Pemilu dengan 5 kotak, termasuk kotak DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. 

"Namun dalam putusan MK, kali ini MK menegasikan pertimbangan pemilu 5 kotak yang didasarkan pada tafsir konstitusionalitas MK sendiri, dengan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah," papar Lestari.

Baca juga: Ketua Komisi II DPR Sebut Putusan MK Hapus Pemilu Serentak Kontradiktif 

Oleh karena itu, NasDem menegaskan, krisis konstitusional ini harus dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali kepada ketaatan konstitusi di mana konstitusi memerintahkan Pemilu (Pileg dan Pilpres) dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

Lestari pun mendesak DPR untuk segera meminta penjelasan kepada MK serta menertibkan MK agar dapat memahami norma konstitusi terhadap kepemiluan.

"MK tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru, apalagi membuat putusan merubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat," imbuhnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved