Jumat, 3 Oktober 2025

RUU KUHAP

Akademisi Ingatkan Potensi KUHAP Jadi Instrumen Represi Aparat Penegak Hukum

RUU KUHAP 2025 dikhawatirkan menjadi instrumen represi oleh aparat penegak hukum (APH). 

Editor: Wahyu Aji
HandOut/IST
BAHAS RKUHP - Focus Group Discussion (FGD) dan webinar bertema “Menimbang Konstitusionalitas RKUHAP: Prosedur Modern atau Instrumen Represi?”, Rabu, (25/06/2025). 

“Indonesia harus belajar dari pendekatan ini. Memperkuat fungsi dominus litis jaksa sebagai pengendali perkara dan tidak membiarkan proses penyidikan sepenuhnya dikendalikan oleh kepolisian tanpa mekanisme pengawasan yang jelas,” kata Fachrizal, yang menilai pemerintah dan DPR terkesan terburu-buru dalam pembahasan RUU KUHAP.

Penyelidikan juga menjadi perhatian serius Facrizal. Dirinya menegaskan penyelidikan seharusnya tidak ada upaya paksa. 

Dalam draf RUU KUHAP 2025, penyelidikan pada pasal 16 dinilainya mirip dengan upaya paksa, pengolahan tempat TKP, pengawasan, wawancara. Hal itu tukasnya berpotensi melanggar prinsip due process. 

RKUHAP ungkapnya tidak memberikan batasan tegas mengenai tindakan-tindakan upaya paksa, dan ini berpotensi menabrak prinsip legalitas. 

Fachrizal juga menyebut adanya ketentuan dalam Pasal 16 tentang wawancara terhadap seseorang yang tidak boleh didampingi penasihat hukum sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak atas pembelaan.

Dirinya juga menyoroti keberadaan Pasal 22 RUU KUHAP, di mana penyidik bisa mendatangi seorang atau memanggil seseorang tanpa status tersangka. 

Fachrizal mengakui memang ada praperadilan untuk pembuktian atas penersangkaan tersebut, tapi hanya orang-orang tertentu. Kenyataan sekarang, hanya orang-orang berduit yang bisa mengajukan praperadilan. 

Tak hanya itu, rekaman pemeriksaan tak luput jadi sorotan Fachrizal. Ia mengungkap rekaman pemeriksaan yang diatur dalam RUU KUHAP 2025 sebagai langkah maju tapi juga masih mengalami kemunduran. 

Alasannya, rekaman pemeriksaan dikuasai oleh penyidik dan tidak bisa diakses advokat. Padahal rekaman pemeriksaan seharusnya bisa diakses advokat selaku pihak pembela.

Lebih jauh Fachrizal juga menyebut keberatan terhadap penahanan masih menjadi persoalan di RUU KUHAP 2025. Di draf RUU KUHAP 2025 masih mengacu pada KUHAP saat ini, yaitu masyarakat dapat mengajukan komplain atas keberatan penahanan kepada atasan penyidik.

“Komplain tuh harusnya ke lembaga lain untuk check and balances,” sebutnya. 

Lebih lanjut Fachrizal menggarisbawahi absennya perlindungan data pribadi dalam RKUHAP. Banyak kasus di mana aparat penegak hukum secara prematur mengumumkan identitas tersangka ke publik sebelum ada putusan bersalah, yang jelas melanggar prinsip praduga tak bersalah. 

Ia mendorong agar RKUHAP mengakomodasi perlindungan data pribadi secara eksplisit.

Secara umum Fachrizal mengungkap RUU KUHAP 2025 juga tertinggal jauh dari negara lain karena belum menjabarkan penggunaan teknologi di dalamnya. 

Ia mencontohkan negara India dan Malaysia sebagai negara yang memaksimalkan teknologi dalam KUHAP di negara mereka.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved