Senin, 29 September 2025

RUU KUHAP

Akademisi Ingatkan Potensi KUHAP Jadi Instrumen Represi Aparat Penegak Hukum

RUU KUHAP 2025 dikhawatirkan menjadi instrumen represi oleh aparat penegak hukum (APH). 

Editor: Wahyu Aji
HandOut/IST
BAHAS RKUHP - Focus Group Discussion (FGD) dan webinar bertema “Menimbang Konstitusionalitas RKUHAP: Prosedur Modern atau Instrumen Represi?”, Rabu, (25/06/2025). 

Ia menjelaskan bahwa dalam diskursus teori sistem peradilan pidana, terdapat dua model pendekatan: crime control dan due process. 

Model crime control menekankan pada efisiensi dan kecepatan dalam penegakan hukum, serta mengasumsikan bahwa aparat penegak hukum sudah dapat dipercaya, bahkan dengan risiko menghukum orang yang tidak bersalah. 

Sebaliknya, due process menempatkan jaminan perlindungan hak-hak konstitusional tersangka dan terdakwa sebagai prinsip utama, menekankan pada akurasi, keadilan, serta pengawasan ketat terhadap aparat. 

Menurut Yance, RKUHAP perlu dikaji apakah lebih cenderung pada model pertama yang represif, atau model kedua yang menjamin perlindungan hak asasi manusia. 

Dosen fakultas hukum UGM, Muhammad Fatahillah Akbar, secara khusus menyoroti lemahnya pengaturan tentang tindak pidana korporasi dalam RKUHAP. 

Ia menggarisbawahi bahwa meskipun KUHP Nasional telah memuat klasifikasi tentang pertanggungjawaban pidana korporasi, RKUHAP justru tidak menyediakan mekanisme hukum acara yang cukup rinci dan berbeda antara korporasi jenis PT, CV, atau bahkan PT Tbk. 

Ia menilai penyamaan semua bentuk badan hukum dalam satu kerangka hukum acara bisa menimbulkan masalah serius, terutama karena perusahaan terbuka memiliki keterikatan dengan pihak ketiga seperti pemegang saham dan publik.

Menurutnya, absennya pengaturan Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam RKUHAP juga menjadi kekosongan yang harus diisi. 

Baca juga: Titik Terang RUU Perampasan Aset, Dasco Sebut Bakal Dibahas setelah RUU KUHAP Rampung

DPA seharusnya memungkinkan penghentian penuntutan terhadap korporasi berdasarkan kesepakatan pemulihan dengan korban, yang disahkan oleh pengadilan. 

Dalam konteks ini, ia mengusulkan agar baik pelapor, terlapor, maupun korban diberi akses menguji kesepakatan tersebut melalui praperadilan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan