Nailil Ghufron: Usulan Pemakzulan Gibran Tak Penuhi Syarat Pasal 7A UUD 1945
Jika merujuk Pasal 7A UUD 1945, kata Ghufron, tidak ada satu pun unsur yang terpenuhi untuk pemakzulan Gibran.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nailil Ghufron menilai permintaan Forum Purnawirawan TNI agar MPR memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka adalah bertentangan dengan prinsip hukum tata negara, nihil adanya pelanggaran dan tak didasari konstitusional sesuai Pasal 7A UUD 1945.
Nailil Ghufron sendiri adalah Sekjen Pemuda Relawan Prabowo-Gibran.
“Pemakzulan terhadap Wakil Presiden tidak mungkin dilakukan dalam konteks saat ini karena tidak ada dasar hukum, fakta pelanggaran, maupun prosedur yang bisa dijalankan secara sah, sebagaimana diatur dalam UUD 1945,” ujarnya, Kamis (5/6/2025).
Ghufron merujuk Pasal 7A UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan apabila terbukti melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dari syarat tersebut, kata Ghufron, tidak ada satu pun unsur yang terpenuhi untuk pemakzulan Gibran. Sehingga permintaan Forum Purnawirawan TNI secara yuridis mustahil dilakukan.
“Tidak satu pun dari unsur di atas yang terpenuhi dalam diri Wapres Gibran. Maka secara yuridis, pemakzulan ini mustahil dilakukan,” kata Ghufron.
Kemudian, sebagaimana ketentuan lanjutan dalam Pasal 7B UUD 1945, setiap proses pemakzulan harus melewati beberapa tahapan.
Pertama, diusulkan oleh DPR dengan jumlah 2/3 dari anggota yang hadir. Kedua, usulan itu diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Ketiga, MPR menggelar sidang keputusan.
Ia menegaskan bahwa upaya pemakzulan bukan proses politik biasa, tapi harus ada bukti kuat dan pelanggaran nyata. Sedangkan jika alasan pemakzulan hanya beda pandangan atau sentimen politik, hal itu tak masuk ranah syarat pemakzulan.
“Ini bukan proses politik biasa. Ini proses hukum konstitusional yang mensyaratkan bukti kuat dan pelanggaran yang nyata. Kalau hanya karena perbedaan pendapat atau sentimen politik, tidak bisa masuk ranah pemakzulan,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menyatakan presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu paket lewat pemilu langsung, legitimasi keduanya tidak dapat diganggu secara sepihak.
Sementara soal polemik putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi karpet merah pencalonan Gibran, Ghufron menyebut hal itu tidak relevan sebagai dasar pemakzulan.
Alasannya, putusan MK bersifat final dan mengikat sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Lalu tak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Gibran secara pribadi. Serta, putusan MK bukan produk dari cabang eksekutif, tapi dari kekuasaan kehakiman yang independen.
“Jika ada yang tidak puas terhadap putusan MK, maka salurannya adalah uji legislasi atau perbaikan sistem, bukan menyerang wapres terpilih yang tidak melakukan pelanggaran apa pun,” tegasnya.
Usulan Pemakzulan Gibran
Nasib Pilu Produsen Alsintan Madiun: Jokowi Janji Beli 1.000 Unit 10 Tahun Lalu, Kini Malah Merugi |
![]() |
---|
Jokowi Blak-blakan Soal Reshuffle Kabinet: Wapres Tidak Ikut Campur, Sepenuhnya Kewenangan Presiden |
![]() |
---|
Sosok Hilman Latief, Dirjen PHU Kemenag Diperiksa KPK, Diduga Terima Aliran Dana Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
Jelang Demo di Gedung DPRD Pati, Polisi Masuk ke Sekolah-sekolah, Mulai SMP hingga SMA |
![]() |
---|
Masyarakat Pati Bersatu Bertekad Lengserkan Bupati Sudewo, Siang ini Demo di DPRD Pati |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.