Waspada Komplikasi Placenta Previa, Ini Risiko Serius yang Bisa Terjadi pada Ibu dan Bayi
Plasenta previa adalah kondisi kehamilan di mana plasenta (ari-ari) menutupi sebagian atau seluruh leher rahim (serviks).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Placenta previa menjadi salah satu kondisi kehamilan yang perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi, baik pada ibu maupun janin.
Plasenta previa adalah kondisi kehamilan di mana plasenta (ari-ari) menutupi sebagian atau seluruh leher rahim (serviks).
Dokter spesialis kandungan dr. Fauzan Achmad Maliki, Sp.OG menyebutkan bahwa pendarahan menjadi gejala utama dari placenta previa yang paling sering ditemukan.
“Ketika placenta previa disertai dengan pendarahan, itu bisa sangat membahayakan. Terutama jika perdarahan terjadi secara berulang dan dalam jumlah banyak,” ungkapnya dalam talkshow yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan RI, Senin (6/5/2025).
Namun, risiko komplikasi tidak berhenti sampai di situ.
Pada ibu dengan riwayat persalinan sesar, placenta previa bisa berkembang menjadi kondisi yang lebih berat, yakni placenta akreta.
Dalam kondisi ini, plasenta menembus dinding rahim dan bahkan bisa menjalar ke organ lain seperti kandung kemih atau usus.
“Kalau sudah seperti ini, trauma saat persalinan akan sangat tinggi karena risiko kerusakan organ sekitarnya. Ini yang paling ditakutkan pada pasien dengan riwayat sesar dan placenta previa,” jelasnya.
Risiko pada Janin: Bukan Cacat, Tapi Bisa Lahir Prematur
Bagaimana dengan janin? Meski placenta previa tidak secara langsung menyebabkan kecacatan, tetapi risikonya tetap besar.
Hal ini terkait dengan kemungkinan bayi lahir sebelum waktunya akibat pendarahan yang tidak bisa dihentikan.
“Placenta previa tidak berkaitan langsung dengan cacat janin. Tapi karena bayi bisa lahir prematur, komplikasi prematuritas akan muncul, seperti paru-paru belum matang, berat badan rendah, hingga risiko infeksi tinggi,” katanya.
Jika paru-paru bayi belum matang saat dilahirkan, ia akan membutuhkan dukungan alat pernapasan dan obat-obatan khusus.
Selain itu, organ-organ lain yang belum berkembang sempurna juga rentan terhadap gangguan fungsi.
“Bayi yang lahir prematur memiliki risiko kematian neonatal lebih tinggi, jadi sebisa mungkin jangan sampai terjadi perdarahan akibat placenta previa,” ujar dokter menekankan.
Bisa Dicegah? Ini Langkah-Langkah Mengurangi Risiko Placenta Previa
Meski placenta previa tidak bisa sepenuhnya dicegah, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menurunkan risikonya. Salah satu yang utama adalah menghindari faktor-faktor risiko.
“Pertama, ibu dengan usia di atas 35 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami placenta previa. Maka kalau anak sudah cukup, misalnya dua, pertimbangkan kontrasepsi sebagai pilihan bijak,” kata dokter.
Selain itu, kebiasaan merokok, termasuk paparan asap rokok dari orang terdekat, juga menjadi faktor risiko.
“Kita tahu sendiri angka perokok di Indonesia sangat tinggi. Padahal, rokok bisa meningkatkan risiko gangguan kehamilan termasuk placenta previa. Bukan hanya perokok aktif, tapi juga pasif. Jadi, tolong para suami, ayah, atau saudara laki-laki, kurangi rokok demi kesehatan istri dan bayi,” imbau dr Fauzan.
Selain itu ia menegaskan jika dengan perencanaan keluarga yang baik, risiko placenta previa bisa ditekan.
"Karena semakin banyak kehamilan, semakin besar peluang terjadi masalah pada kehamilan berikutnya,” pungkasnya.
Marshanda Selami Perasaan Wanita yang Ikuti Program Bayi Tabung dan Gagal |
![]() |
---|
Polisi Selangkah Lagi Ungkap Pembuang Bayi di Palmerah, Ini Temuannya |
![]() |
---|
Komisi II DPR Minta Pemerintah Jelaskan Teknis IKN sebagai Ibu Kota Politik |
![]() |
---|
Cara Unik Jaga Mental Calon Ibu Agar Kehamilan Jadi Menyenangkan, Mulai Fashion Show hingga Diskusi |
![]() |
---|
IKN Jadi Ibu Kota Politik, Nasdem: yang Penting Nggak Mubazir |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.