Kamis, 2 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Direktur JAK TV Jadi Tersangka Obstruction of Justice, AJI: Langkah Kejaksaan Terlalu Jauh

AJI menilai dlam menetapkan Tian sebagai tersangka, penyidik Kejagung justru menjadikan sejumlah pemberitaan sebagai bentuk barang bukti.

Tribunnews.com/Fahmi
KEJAGUNG DISOROT - Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Erik Tanjung menyoroti penetapan tersangka Direktur Peemberitaan JAK TV Tian Bahtiar sebagai tersangka kasus obstruction of justice oleh Kejaksaan Agung, Jum'at (2/5/2025). Menurut dia langkah Kejaksaan terlalu jauh menetapkan Tian sebagai tersangka terlebih bukti yang digunakan adalah pemberitaan. (Fahmi Ramadhan/Tribunnews.com) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai bahwa langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar sebagai tersangka kasus obstruction of justice (OOJ) atau perintangan penyidikan dianggap terlalu jauh.

Pasalnya menurut Ketua Bidang Advokasi AJI, Erick Tanjung dalam menetapkan Tian sebagai tersangka, penyidik Kejagung justru menjadikan sejumlah pemberitaan sebagai bentuk barang bukti.

Adapun hal itu diungkapkan Erick dalam acara diskusi publik yang digelar Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) bertajuk 'Revisi KUHAP dan Ancaman Pidana: Ruang Baru Abuse of Power?' di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).

"Tentu kita melihat Kejaksaan sebagai penegak hukum terlalu jauh melangkah untuk menjadikan Direktur Pemberitaan JAK TV sebagai tersangka dengan delik perintangan dan buktinya pemberitaan," kata Erick.

Erik beranggapan, kejaksaan semestinya tidak bisa menjadikan pemberitaan sebagai bukti dalam menetapkan tersangka Tian Bahtiar yang notabene berprofesi sebagai jurnalis.

Pasalnya kata dia, terdapat undang-undang yang bersifat Lex Spesialis yakni UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Dalam undang-undang tersebut kata Erick, sudah mengatur semua hal-hal yang berkaitan dengan karya jurnalistik.

"Yang mengatur semua tentang kerja jurnalistik, produk jurnalistik itu kewenananganya ada di Dewan Pers. Tentu dalam hal ini Kejaksaan seharusnya berkoordinasi dengan dewan pers dan menyerahkan berita-berita yang dianggap perintangan itu ke Dewan Pers," sebutnya.

Seperti diketahui sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan atau obstruction of justice.

Dua orang merupakan Advokat yakni Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS), satu lainnya ialah Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, penetapan tersangka terhadap tiga orang itu setelah pihaknya melakukan pemeriksaan dan ditemukan adanya bukti yang cukup.

“Penyidik pada Jampdisus Kejaksaan Agung mendapat alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang tersangka,” ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.

Lebih jauh Qohar menjelaskan, perkara ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap dan atau gratifikasi di balik putusan lepas atau ontslag tiga terdakwa korupsi ekspor crude palm oil (CPO).

Dalam pengembangan tersebut, ditemukan fakta bahwa para tersangka telah merintangi penyidikan dan penuntutan terhadap kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.

Tak hanya kasus itu mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan atas perkara importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.

“Terdapat permufakatan jahat yang dilakukan MS dan JS bersama-sama dengan TB secara langsung maupun tidak langsung dalam perkara korupsi Timah dan importasi gula atas nama Tom Lembong,” jelas Qohar.

Ia menambahkan para tersangka diduga bersekongkol membuat citra negatif Kejagung yang menangani kasus Timah dan importasi gula.

“Perbuatan TB bersifat personal. Ada indikasi TB menyalahgunakan jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan JakTV,” ungkap Abdul Qohar.

Atas perbuatannya itu para tersangka pun dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Qohar juga menjelaskan bahwa dua tersangka kini dilakukan penahanan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Sedangkan tersangka Marcella Santoso tidak dilakukan penahanan karena telah ditahan dalam perkara suap dan gratifikasi vonis lepas CPO.
Sementara itu dalam perkara vonis lepas CPO, sebelumnya Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka.

Para tersangka itu yakni Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang saat itu menjabat Wakil Ketua Pengadilan Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, tiga majelis hakim Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
Selanjutnya dua advokat yakni Marcella Santoso dan Ariyanto Bakrie serta Head of Social Security Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved