Jumat, 3 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Saksi Ungkap Hasto Kristiyanto ke Ruangan Wahyu Setiawan saat Jeda Rekapitulasi Pleno Pileg 2019

Dikatakan saksi Rahmat dalam BAP, Hasto Kristianto didampingi oleh para saksi caleg dari PDIP saat bertemu bertemu dengan Wahyu Setiawan.

Tribunnews.com/Rahmat Nugraha
SIDANG HASTO KRISTIYANTO - Hasto Kristiyanto saat jeda sidang lanjutan perkara suap dan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Jum'at (25/4/2025). Ia terlihat berbincang dengan Jaksa KPK. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto disebut temui anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan saat rekapitulasi rapat pleno Pileg 2019.

Adapun hal itu disampaikan eks Sekertaris Pimpinan KPU Wahyu Setiawan 2017-2020, Rahmat Setiawan Tonidaya ‪saat hadir sebagai saksi sidang kasus suap dan perintangan penyidikan kepengurusan pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku, terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4/2025).

Baca juga: Jaksa KPK Protes Sidang Hasto Kristiyanto Disiarkan Live, Hakim Beri Peringatan kepada Wartawan

"Apa yang menjadi tugas saudara sebagai sekretaris pimpinan KPU Wahyu Setiawan?" tanya jaksa di persidangan.

Rahmat menerangkan ia bertugas melakukan administrasi, baik persuratan, surat masuk maupun surat ke luar dan fasilitasi pimpinan. 

Baca juga: Lewat Surat, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Yakini Persidangan Dirinya Adalah Peradilan Politik

"Termasuk dalam kegiatan kedinasan. Mengkoordinasikan arahan pimpinan dan menindaklanjuti arahan pimpinan," kata Rahmat di persidangan.

Kemudian, lanjut jaksa selama menjadi sekretaris Wahyu Setiawan, apakah pernah melihat terdakwa Hasto Kristiyanto bertemu dengan Wahyu Setiawan.

"Pernah," jawab Rahmat.

Kemudian ia menceritakan kejadian tersebut.

"Waktu itu kalau tidak salah di akhir bulan Agustus 2019. Saat itu jeda istirahat rekapitulasi rapat pleno terbuka," kata Rahmat.

"Jadi beliau (Hasto) bersama saksi partai politik yang lain ke ruang Pak Wahyu, tempat untuk merokok," imbuhnya.

Kemudian jaksa mempertanyakan kesaksian Rahmat berbeda dengan BAP.

"Ini saya cross-check keterangan saudara, karena di sini saudara tidak menyebutkan partai politik yang lain, tapi menyebutkan para saksi dari caleg dari PDIP," kata jaksa.

Jaksa lalu membacakan BAP dari saksi Rahmat.

"Sekitar bulan Mei, bukan Agustus, bahwa pada sekitar bulan Mei tahun 2019 atau pada saat penetapan Pileg, berupa rekapitulasi perolehan suara Pileg DPR RI pada jam kerja atau siang hari, saya mengetahui jika Hasto Kristianto pernah datang ke kantor KPU RI Pusat dan menemui Wahyu Setiawan," kata jaksa membacakan BAP Rahmat.

Jaksa melanjutkan saat itu saksi Rahmat sedang bertugas sebagai sekretaris pimpinan KPU RI Wahyu Setiawan, bahwa ruang kerjanya berada di depan ruang kerja Wahyu Setiawan. 

Baca juga: Momen Panas, Ribka Tjiptaning Tantang Duel Jaksa saat Skorsing Sidang Hasto Kristiyanto

"Sehingga saya bisa mengetahui secara jelas bahwa Hasto Kristianto datang bersama dengan para saksi caleg dari PDIP, bahwa pertemuan tersebut terjadi di ruang kerja Wahyu Setiawan. Dan pada saat itu Wahyu Setiawan sedang ada di ruang kerja. Adapun agenda yang dibahas, saya tidak ikut," imbuh jaksa.

Tapi, lanjutnya pada saat itu adalah momentumnya pentahapan Pileg DPR RI berupa rekapitulasi perolehan suara.

Dikatakan saksi Rahmat dalam BAP, Hasto Kristianto didampingi oleh para saksi caleg dari PDIP, maka kemungkinan besar yang dibahas adalah terkait dengan Pileg. 

"Yang benar yang mana? Satu tadi sudah disebutkan bahwa bulannya Agustus, tapi diketahui ini bulan Mei," kata jaksa KPK.

Kemudian yang kedua, lanjut jaksa sudah disebutkan tadi, bersama dengan anggota dari parpol lain.

"Tapi di sini sudah disebutkan caleg dari PDIP. Mana yang benar?" tanya jaksa kembali.

Saksi Rahmat mengatakan untuk bulan persis kejadian tersebut ia lupa.

"Mohon izin, kalau bulan, jujur saya lupa. Itu intinya ditahapan di rekapitulasi rapat pleno terbuka di waktu Pileg," jelas Rahmat.

"Untuk tahapan itu memang dari Mei, kalau tidak salah sudah mulai rekapitulasi sampai bulan Agustus itu penetapannya," imbuhnya.

Lanjutnya untuk teman Hasto kala itu, memang termasuk saksi partai PDIP juga ada kalau tidak salah, karena Hasto Kristiyanto sepengetahuannya bukan saksi.

"Jadi saksi caleg atau Pileg itu saya lupa namanya dari PDIP, itu siapa, tapi beliunya juga ada di situ, saya ingat. Jadi saksi-saksi partai politik itu ada kuasa, ada surat kuasa untuk saksi. Sepengetahuan saya Pak Hasto bukan salah satu saksi, seingat saya. Mohon maaf kalau saya lupa," kata Rahmat.

Jaksa kembali menanyakan maksudnya yang disampaikan dalam BAP para saksi caleg dari PDIP

"Betul," jawab Rahmat.

Baca juga: Momen Panas, Ribka Tjiptaning Tantang Duel Jaksa saat Skorsing Sidang Hasto Kristiyanto

"Dari parpol lain ada juga," tanya jaksa kembali.

"Ada hanya saya lupa," jelas Rahmat.

Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (14/3/2025).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.

Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

Baca juga: Lewat Surat, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Yakini Persidangan Dirinya Adalah Peradilan Politik

Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya.

Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved