Kasus Suap Ekspor CPO
Suap Hakim Korupsi Minyak Goreng, ICW: Kolusi Mafia Peradilan dan Oligarki Sawit
Menurut Indonesia Corruption Watch dugaan suap vonis lepas ekspor CPO yang libatkan hakim hingga panitera menunjukkan boroknya institusi peradilan.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom sebagai tersangka.
Kejagung menetapkan mereka sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yaitu advokat Ariyanto dan Marcella Santoso, serta panitera Wahyu Gunawan.
Head and Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei belakangan juga turut ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka.
Para hakim diduga menerima suap untuk mengeluarkan putusan lepas pada perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Tiga korporasi sawit, Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group menjadi terdakwa dalam kasus tersebut yang diputus pada Maret 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), dugaan suap ini menunjukkan borok dalam institusi peradilan.
"Ada indikasi kuat kolusi mafia peradilan dan oligarki sawit," kata peneliti ICW Yassar Aulia dalam keterangannya, Rabu (16/4/2025).
Baca juga: Legal Wilmar Group Dijerat, Ini Daftar 8 Tersangka Skandal Suap Vonis Lepas Korporasi CPO
Atas dasar kasus tersebut, Yassar menilai perlu ada pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola internal Mahkamah Agung (MA).
Menurut dia, penetapan tersangka suap terhadap hakim menunjukkan bahaya mafia peradilan.
"Praktik jual beli vonis untuk merekayasa putusan berada pada kondisi kronis," katanya.
Berdasarkan pemantauan ICW, sejak tahun 2011 hingga tahun 2024, terdapat 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Mereka diduga menerima suap untuk “mengatur” hasil putusan. Nilai suap mencapai Rp107.999.281.345.
Atas dasar itu pula, ICW mendesak MA untuk memandang mafia peradilan sebagai masalah laten yang harus segera diberantas.
MA disebut harus memetakan potensi korupsi di lembaga pengadilan dengan menggandeng Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan elemen masyarakat sipil.
"Mekanisme pengawasan terhadap kinerja hakim dan syarat penerimaan hakim juga perlu diperketat. Ini dilakukan untuk menutup ruang potensi korupsi," kata Yassar.
Baca juga: PN Jaksel Bergejolak Usai Kasus Suap CPO: Parkiran Kosong, Sidang Ditunda, Majelis Hakim Diganti
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.