Sabtu, 4 Oktober 2025

Putusan Hakim di Kasus PLTU Bukit Asam Dinilai Janggal, Kuasa Hukum: Tak Sesuai Fakta Persidangan

Kuasa hukum Nehemia menilai, putusan tersebut dianggap tidak mencerminkan fakta-fakta hukum yang terungkap selama persidangan.

|
net
PUTUSAN HAKIM - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Nehemia Indrajaya, Direktur PT Truba Engineering Indonesia, dalam perkara dugaan korupsi proyek retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam di PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan. 

TRIBUNNEWS.COM,  JAKARTA– Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Nehemia Indrajaya, Direktur PT Truba Engineering Indonesia, dalam perkara dugaan korupsi proyek retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam di PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan.

Namun, kuasa hukum Nehemia menilai, putusan tersebut dianggap tidak mencerminkan fakta-fakta hukum yang terungkap selama persidangan.

“Kami melihat dari putusan hakim kemarin itu jauh sekali dari fakta-fakta hukum yang terungkap di dalam persidangan. Putusan itu seolah-olah hanya membenarkan apa yang disampaikan jaksa dalam tuntutannya,” ujar Kuasa Hukum Nehemia, Wa Ode Nur Zainab, Selasa (15/4/2025).

Soal perhitungan kerugian Negara misalnya, menurut Wa Ode, nilai proyek retrofit sebesar Rp74 miliar yang dicantumkan dalam kontrak tidak sepenuhnya diterima oleh PT Truba. Sehingga keliru apa yang disampaikan hakim.

“Uang yang dikirim ke rekening PT Truba hanya sekitar Rp67 miliar setelah dipotong PPN 10 persen oleh PLN sebagai pihak wajib pungut," katanya.

Sementara cara menghitung kerugian negara versi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut bayar Rp74 miliar, yang artinya pajak yang tadi dianggap sebagai keuntungan PT Truba. Padahal, pajak tersebut tidak pernah diberikan kepada PT Truba karena sudah dipotong langsung oleh PLN.

"Ini jelas fakta hukum yang salah. Angkanya dalam Kontrak adalah Rp74 miliar tapi yang dikirim kan hanya Rp67 miliar. Jadi menghitung kerugian negara dari angka 74 miliar, Ini kan keliru. Ini angka tidak bisa dimanipulasi karena fakta hukumnya demikian," ujarnya.

Wa Ode juga menyesalkan tidak digunakannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN sebagai pertimbangan hukum. Padahal, dalam UU tersebut ditegaskan bahwa kerugian BUMN bukan menjadi kerugian negara.

“Kalau mengacu Pasal 1 Ayat (2) KUHP, baik KUHP lama maupun yang baru, seharusnya digunakan UU yang lebih menguntungkan terdakwa. Tapi hal ini sama sekali tidak disinggung oleh hakim,” jelasnya.

Meski diakuinya, bahwa UU BUMN yang baru memang benar tidak ada kaitan dengan pidana namun, terkait kerugian keuangan negara yang merupakan inti delik Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang diterapkan dalam surat dakwaan, jelas bahwa sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP, maka terkait kerugian negara dalam perkara ini (kerugian BUMN yakni PT PLN (Persero)), harus berdasarkan pada ketentuan dalam UU BUMN yang baru, yakni Kerugian BUMN bukan sebagai kerugian negara. 

"Jadi harusnya bagi terdakwa Nehemia Indrajaya diterapkan ketentuan UU yang lebih menguntungkan baginya yaitu UU No. 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, namun ini sama sekali tidak disinggung oleh hakim, tetapi malah mencari fakta-fakta lain yang sebetulnya lebih mengada-ada. Misal, soal pengaturan anggaran, bagaimana mungkin anggaran PLN kita bisa ngatur, Pak Nehemia itu siapa," katanya.

Sementara itu, kata Wa Ode, Nehemia tentu merasa kecewa. Sebab, kliennya tahu betul bagaimana fakta yang terungkap di persidangan. 

Pihaknya pun menegaskan bahwa menurut saksi-saksi yang diajukan Penuntut Umum di persidangan, tidak ada sama sekali intervensi kliennya, terutama terkait dengan perubahan anggaran maupun Pengadaan Retrofit Sistem Sootblowing PLTU Bukit Asam yang dipersoalkan.

Adapun untuk langkah hukum selanjutnya, Wa Ode menyerahkan sepenuhnya kepada kliennya, apakah nantinya bakal mengajukan banding atau tidak. 

"Ada waktu satu pekan untuk pikir-pikir. Jadi, kami serahkan sepenuhnya kepada Pak Nehemia Indrajaya selaku klien kami untuk mengambil keputusan apakah beliau mengambil langkah hukum banding atau tidak," pungkasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved