Demokrat Minta Pemerintah RI Segera Lakukan Langkah Strategis Antisipasi Dampak Tarif Impor Baru AS
Marwan Cik Asan, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah antisipasi terhadap kebijakan tarif impor baru.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Asan, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah antisipasi terhadap kebijakan tarif impor baru yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Dalam kebijakan yang diumumkan pada Rabu, 2 April 2025, Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 32 persen.
Marwan menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi mempengaruhi iklim perdagangan internasional dan dapat memberikan dampak serius pada perekonomian Indonesia.
Dia menegaskan bahwa pemerintah perlu merumuskan solusi yang tepat untuk mengatasi potensi dampak dari kebijakan Trump tersebut.
"Kami mendorong pemerintah segera mengantisipasi dampak perang tarif ini, sekaligus mencarikan solusi-solusi mengantisipasi dampak perang tarif ini," kata Marwan dalam keterangannya, Kamis (3/4/2025).
Menurutnya, kebijakan tarif baru ini dapat mempengaruhi beberapa sektor ekonomi Indonesia, seperti nilai tukar rupiah, harga emas, serta neraca perdagangan dengan AS.
Terlebih lagi, beberapa produk unggulan Indonesia, seperti mesin dan peralatan listrik, garmen, lemak dan minyak nabati, alas kaki, dan produk hasil perikanan, berisiko kehilangan daya saing karena tarif impor yang lebih tinggi di pasar AS.
“Tarif yang lebih tinggi akan membuat barang-barang asal Indonesia menjadi lebih mahal di AS, sehingga dapat mengurangi daya saing produk-produk tersebut,” ujar Sekretaris Fraksi Partai Demokrat itu.
Marwan menambahkan bahwa industri yang sangat bergantung pada ekspor ini menyerap banyak tenaga kerja, sehingga dampaknya bisa dirasakan oleh jutaan pekerja di sektor manufaktur.
Namun, ia juga mengakui bahwa dampak langsung kebijakan Trump terhadap Indonesia mungkin tidak sebesar yang dirasakan oleh negara-negara Asia Pasifik lainnya, seperti China, Jepang, dan Vietnam.
Riset dari Economist Intelligence Unit (EIU) menunjukkan bahwa Indonesia mungkin tidak akan menghadapi dampak yang begitu berat, meskipun potensi dampak tidak langsung tetap harus diwaspadai.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Amerika Serikat mengalami defisit neraca perdagangan dengan Indonesia yang cukup signifikan pada tahun 2023 dan 2024, dengan defisit mencapai masing-masing 11,97 miliar dolar AS dan 16,08 miliar dolar AS.
Namun, defisit tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan defisit yang dialami AS terhadap negara-negara seperti China, Jepang, dan Vietnam.
Marwan mengatakan bahwa meskipun dampak langsung terhadap Indonesia mungkin tidak sebesar negara lain, Indonesia tetap perlu mengantisipasi penurunan permintaan ekspor dari negara-negara mitra dagang utama seperti China dan Jepang, yang bisa berimbas pada produk Indonesia.
Hal ini berisiko menghambat pertumbuhan sektor industri yang tergantung pada rantai pasok global.
Ahli Bea Cukai Mengaku Tak Kuasai Aturan Impor Gula di Sidang Korupsi |
![]() |
---|
Saksi Impor Gula Tak Bisa Jawab Pasal, Hotman Paris: Anda Bukan Ahli! |
![]() |
---|
Presiden Prabowo akan Singgah di Osaka Jepang Sebelum ke Amerika Serikat |
![]() |
---|
Dukung Program MBG, Wakil Menteri Pertanian: Investasi Sapi Perah Kejar Swasembada Susu Nasional |
![]() |
---|
Sidang Korupsi Gula, Ahli Bea Cukai Sebut Impor Seharusnya Gula Kristal Putih, Bukan Mentah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.