Selasa, 30 September 2025

Pagar Laut 30 Km di Tangerang

3 Temuan Ombudsman Soal Pagar Laut Tangerang: Maladministrasi, Upaya Kuasai Laut, Kerugian Rp 24 M

Pagar laut di perairan Tangerang membentang sepanjang 30,16 Kilometer (Km). Konstruksi tersebut tak berizin dan dilakukan penyegelan.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Willem Jonata
zoom-inlihat foto 3 Temuan Ombudsman Soal Pagar Laut Tangerang: Maladministrasi, Upaya Kuasai Laut, Kerugian Rp 24 M
KOMPAS.com/ACHMAD NASRUDIN YAHYA
TNI Angkatan Laut membongkar pagar laut yang terbentang di perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025).

"Kami mengapresiasi yang sudah dilakukan DKP di saat mendapatkan laporan masyarakat, langsung melakukan kunjungan lapangan, melakukan penghentian di saat panjangnya masih 10 Km, berkoordiniasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," katanya.

Namun, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan pembongkaran pagar laut, hingga baru 22 Januari 2025 baru dilakukan.

Upaya Kuasai Ruang Laut

Ombudsman RI Perwakilan Banten juga meyakini, pemasangan pagar laut tak berizin di perariran Tangerang merupakan bagian dari upaya menguasai ruang laut. 

"Kita meyakini ada indikasi yang kuat bahwa keberadaan pagar laut ini adalah dalam rangka upaya menguasai ruang laut," kata Fadli.

Keyakinan tersebut merujuk pada adanya permintaan penerbitan dokumen di Desa Kohod.

"Adanya dokumen yang menunjukan permintaan atau upaya penguasaan ruang laut, di mana 370 hektar awalnya diajukan di daerah Kohod, yang sebagian sudah terbit atau seluruhnya sudah terbit, dengan 263 bidang yang sudah terbit dan 50 yang sudah dicabut," jelasnya.

Bahkan, lanjut ia, lembaga yang sama berupaya untuk mengajukan kembali seluas 1.415 Hektar.

"Pihak yang sama atau lembaga yang sama yang mengajukan itu mengajukan kembali seluas 1.415 atau hampir 1.500 hektare. Itu berdasarkan peta yang diberikan ujung terluarnya yang mereka ajukan itu sama persis dengan pagar laut," ucapnya.

Sehingga, pihaknya pun meyakini munculnya pagar laut ini memiliki korelasi yang sangat kuat dengan pengajuan hak di laut.

"Yang modusnya adalah bagaimana menaikan status girik menjadi tanah, sama seperti di Kohod," tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, dalam pengajuan itu disebutkan lembaga yang mengajukan akan menancapkan bambu-bambu yang menyerupai sekatan untuk memudahkan identifikasi area tersebut.

"Salah satu suratnya menyatakan bahwa guna mengidentifikasi kepemilikan pertama, artinya adalah pengajuan girik menjadi hak, maka mereka akan membangun secara tradisional sekatan-sekatan berupa cerucuk dari bambu, sehingga memudahkan identifikasi," ujarnya.

"Kami menengarai identifikasi di sini adalah pengukuran. Karena kalau enggak gimana cara mengukurnya, kan? Batasnya tidak ada," ungkapnya.

Sebab itu, pihaknya meyakini ada identifikasi yang sangat keterkaitan antara pengajuan tersebut.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved