Sabtu, 4 Oktober 2025

Sejumlah Pakar dan Akademisi Dorong Penguatan Prinsip Independensi LPS Usai Putusan MK soal UU P2SK

Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XXII/2024 tentang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK)

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Handout/IST
DISKUSI KAMPUS - Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan tema “Menavigasi Reformasi Struktural di Indonesia: Pembelajaran dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85 Tahun 2024”, di Kampus UPI, Bandung, Jawa Barat, Kamis (30/1/2025). Diskusi ini membahas independensi LPS pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XXII/2024 tentang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). 

"Apabila suatu negara mencapai sebuah titik berjalan di tempat, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap tata kelolanya. Di sinilah pentingnya melakukan reformasi struktural terhadap cabang-cabang kekuasaan utama dan lembaga-lembaga independen yang ada di Indonesia guna mewujudkan tata kelola yang lebih baik," kata Alamsyah.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unpad, Prof. Susi Dwi Harijanti mengkritik putusan MK tersebut.

Menurutnya, ada ketidakpastian yang timbul dalam putusan tersebut.

"Apakah sudah inkonstitusional sejak dibacakan atau menunggu 2 tahun? Pertanyaan selanjutnya apakah putusan uji formil dan materiil itu memiliki implikasi hukum yang berbeda?" kata dia

Dia mengutip pernyataan eks Ketua Mahkamah Agung Prof. Bagir Manan, bahwa apabila suatu peraturan cacat formil, maka harus dinyatakan batal demi hukum. 

"Mahkamah Konstitusi justru berkompromi dengan hal tersebut. MK terbukti tidak bisa menegakkan putusannya sendiri dalam perkara Perppu Cipta Kerja," kata Susi.

Dia mempertanyakan apakah sebuah putusan inkonstitusional bersyarat dalam UU PPSK ini yang berkaitan dengan normanya, keberlakuannya bisa ditunda.

"Bagaimana sebetulnya maknanya? Menurut pandangan saya bahwa hal ini tidak bisa dilakukan. Kalau kembali pada makna awalnya menjaga independensi, harusnya Putusan ini serta merta berlaku. Ini artinya MK tidak konsisten dengan pertimbangannya sendiri. Perlu kita ingat bahwa justice delayed is justice denied," kata Susi.

Sementara itu, Prof. Cecep Darmawan selaku Dekan FP IPS sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Cecep Darmawan menyampaikan bahwa kegiatan diskusi ini diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh bagaimana implikasinya terhadap reformasi struktural di Indonesia, terutama terhadap independensi LPS.

Sebelumnya, Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan untuk sebagian dan menyatakan Pasal 86 ayat (4) UU P2SK inkonstitusional cara bersyarat. Dengan itu, LPS tidak perlu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan terkait penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT).

Adapun alasan hukum yang mendasari MK untuk mengabulkan permohonan tersebutadalah pentingnya independensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta bebasnya LPS dari campur tangan institusi lain, dalam hal ini adalah Menkeu yang notabene merupakan institusi pemerintahan. 

Menurut MK, Sekalipun didalilkan perlunya keterlibatan Menteri Keuangan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) untuk kegiatan operasional LPS, namun tidak tepat apabila keterlibatan Menteri Keuangan tersebut berupa persetujuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 86 ayat (4), ayat 6, dan ayat (7) huruf a dalam Pasal 7 angka 57 UU P2SK. 

Baca juga: LPS Klaim Kebijakan DHE SDA Wajib Parkir 100 Persen Bakal Dongkrak Penguatan Rupiah

Hakim MK Guntur Hamzah dalam pertimbangan hukum MK menyebutkan, independensi LPS merupakan suatu keharusan untuk memastikan efektivitas dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penjaga stabilitas keuangan, khususnya dalam penjaminan simpanan nasabah.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved