Dissenting Opinion Ketua MK Soroti Kilatnya Pembahasan UU TNI
Ketua MK Suhartoyo menyoroti singkatnya proses pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI oleh DPR.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyoroti singkatnya proses pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI oleh DPR.
Hal ini ia sampaikan dalam dissenting opinion atau pendapat berbeda terhadap putusan uji formil UU TNI yang diajukan sejumlah pemohon.
Suhartoyo menjadi satu dari empat hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion, bersama Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani.
Ia menilai proses legislasi berlangsung terlalu cepat dan perlu dikaji ulang dari sisi prosedural.
“Dengan memperhatikan linimasa, proses pembahasan RUU Perubahan UU TNI dilakukan dalam waktu yang singkat,” tulis Suhartoyo dalam salinan putusan yang diakses melalui laman resmi MK, Rabu (17/9/2025).
Penilaian itu muncul setelah Suhartoyo mencermati Surat Presiden Nomor R-12/Pres/02/2025 yang menunjuk wakil pemerintah untuk membahas RUU TNI beserta Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Surat tersebut menjadi dasar dimulainya pembahasan di DPR.
Baca juga: MK Minta Polri dan Kemenhub Hadirkan Fasilitas Lalu Lintas Ramah Penyandang Buta Warna
Rangkaian Pembahasan Super Cepat
Proses pembahasan dimulai pada 11 Maret 2025, saat Komisi I DPR menggelar rapat kerja dengan sejumlah menteri.
Dua hari kemudian, rapat dilanjutkan dengan Panglima TNI dan para kepala staf angkatan. Pada 14–16 Maret, Panitia Kerja (Panja) Komisi I menggelar rapat konsinyering membahas substansi revisi.
Rangkaian pembahasan berlanjut pada 17 Maret dengan rapat perumusan dan sinkronisasi, lalu pada 18 Maret kembali digelar rapat kerja dengan menteri terkait.
Hanya dua hari berselang, pada 20 Maret 2025, DPR langsung menggelar rapat paripurna untuk pengambilan keputusan tingkat II.
Suhartoyo menekankan pentingnya merujuk pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang memuat ukuran pemenuhan aspek formil dalam pembentukan undang-undang.
Menurutnya, kecepatan proses tidak boleh mengabaikan prinsip partisipasi dan transparansi.
Gugatan Ditolak, Tapi Kritik Menguat
Sejumlah pihak mengajukan uji formil terhadap UU TNI, termasuk YLBHI, Imparsial, KontraS, serta sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas ternama.
Namun, MK menolak seluruh permohonan dengan alasan para pemohon tidak memiliki legal standing.
Meski gugatan ditolak, dissenting opinion dari empat hakim MK menjadi sorotan penting dalam evaluasi proses legislasi.
Kritik terhadap kecepatan pembahasan UU TNI dinilai relevan untuk mendorong pembentukan undang-undang yang lebih partisipatif dan akuntabel.
Bamsoet Ingatkan Pentingnya MK kembali ke Jalur Kosntitusional Sebagai Negative Legislator |
![]() |
---|
Sosok Pemohon Putusan MK Sehingga Ferry Irwandi Tidak Bisa Dilaporkan TNI: Aktivis, Korban UU ITE |
![]() |
---|
Guru Gugat UU Pemda ke MK, Minta Urusan Pendidikan Diambil Alih Pemerintah Pusat |
![]() |
---|
Dua Gugatan Ditolak MK, Roni Omba–Marlinus Resmi Menang Pilkada Boven Digoel |
![]() |
---|
Dugaan Pemilih Melebihi DPT dan Relawan Bayaran, MK Lanjutkan Sidang PHPU Papua dan Barito Utara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.