Minggu, 5 Oktober 2025

Percepatan PTSL di Sumatera Barat, Rahmat Saleh Minta Pemerintah Pakai Pendekatan Berdampak Positif

Pernyataan ini disampaikan Rahmat saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian ATR/BPN, Kamis (30/1/2025). 

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
HandOut/IST
RAPAT DI DPR - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Rahmat Saleh saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian ATR/BPN di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (30/1/2025). Rahmat mendorong Kementerian ATR/BPN menggunakan pendekatan atau kebijakan tertentu untuk sertfikasi tanah ulayat di Sumatera Barat. 

Ia berharap program swasembada pangan dapat berdampak pula pada perbaikan gini rasio (ukuran ketidakmerataan distribusi kepemilikan lahan di suatu wilayah).

"Sekarang tingkat gini rasio  kepemilikan lahan kita di angka 0,56. Itu artinya bahwa antara orang kaya kemudian orang miskin tingkat kepemilikan tanahnya itu masih panjang. Oleh karena itu kita berharap program swasembada pangan dikaitkan dengan reformasi agraria. Kita berharap pemanfaatan lahan ini juga bisa digunakan atau diberikan kepada petani-petani di sekitar lahan hutan, areal hutan yang kita jadikan objek lahan swasembada pangan yang akan diterbitkan (TORA)," kata Rahmat Saleh.

Singkatnya tukas Rahmat Saleh, swasembada pangan tak hanya melibatkan korporasi, tapi juga dilakukan oleh masyarakat. 

"Mereka (masyarakat) juga punya lahan baru dari hasil dari hutan program swasembada pangan," timpalnya.

Transparansi Mafia Tanah

Masih terkait persoalan agraria, Rahmat Saleh mendorong penuntasan mafia tanah tak sekedar berakhir dengan pencabutan hak tanah ataupun tindakan tegas terhadap oknum, termasuk di internal BPN belaka. 

Tanpa adanya tindakan hukum sebagai efek jera, Rahmat Saleh khawatir upaya 'jihad' dilakukan Menteri Nusron Wahid untuk mewujudkan reforma agraria tak akan maksimal.

Hal lain yang tak kalah penting diingatkan Rahmat adalah transparansi, sehingga publik tak bertanya-tanya dan membuat isu dalam persoalan agraria menjadi liar.

Salah satu contoh kasus yang harus benar-benar dibuka kepada publik kata Rahmat Saleh adalah kelanjutan penanganan pagar laut di Tangerang, Banten. 

Kepada para wakil rakyat di Senayan, Nusron Wahid, sebelumnya mengungkapkan telah mencabut 50 sertifikat tanah yang berada di kawasan pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Seerifikat dibatalkan itu terdiri atas 47 HGB dan 3 SHM.

Jumlah itu disebutkan Nusron kemungkinan besar akan bertambah, mengingat pengecekan masih dilakukan terhadap ratusan sertifikat tanah lainnya.

"Pertanyaan kita di sini akan ada dua yang besar. Di poin satu, dua itu mempunyai sertifikat dengan luas 341 hektare, kemudian ada 35 hektare. Itu di dua lembaga atau perusahaan. Itu 50 sertifikat itu sudah masuk itu atau yang lainnya? Sehingga ini bisa menjawab pertanyaan publik, karena orang mengait-ngaitkan," ungkap Rahmat Saleh.

"Saya tadi menghitung-hitung Pak Menteri, itu luas yang sekarang itu, yang hampir  280 sertifikat itu hampir seperlimanya negara singapura. Tentu orang akan mengait-ngaitkan, kita kesenjangan tanah di Indonesia gini rasionya masih 0,56, rakyat kita masih susah punya tanah, sementara banyak sertifikat diberikan kepada yang enggak jelas, tentu ini juga menjadi pertanyaan bagi masyarakat," tandasnya.

Menanggapi persoalan pidana, Nusron Wahid menjawab APH (aparatur penegak hukum) telah bergerak meski Kementerian ATR/BPN belum melakukannya. Perihal baru 50 sertifikat dibatalkan, ia menerangkan proses pembatalan sesuai keputusan Tata Usaha Negara harus dikonfirmasi terebih dahulu. 

Baca juga: Ketua LMA Ilwayab Dukung Penuh Program Cetak Sawah dan Tidak Ada Penyerobotan Tanah Ulayat

Meski berpotensi digugat oleh pemilik serrfikat dibatalkan, namun Nusron berkeyakinan dalam posisi yang benar karena kebijakan dikeluarkan sesuai fakta material di lokasi. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved