Eks Jubir KPK hingga Mantan Kepala PPATK Buka Suara soal Wacana Penghapusan Pidana Korupsi di BUMN
Menurut dia, keliru jika ada yang berpikir kerugian bisnis dalam BUMN secara otomatis dianggap sebagai korupsi kerugian keuangan negara.
“Hal ini juga telah ditegaskan dalam Putusan MK No. 32/PUU-XVII/2019 tanggal 23 Oktober 2019. Direksi tidak dapat dituntut atas kerugian, apalagi dipidana jika telah memenuhi ketentuan Pasal 97 ayat (5) UU PT tersebut," sebut Febri.

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha (Jamdatun) Kejaksaan Agung, Narendra Jatna, menyampaikan pentingnya jajaran BUMN untuk membagi tanggungjawab pengurusan perseroan, sebagai salah satu penerapan BJR.
Saat ini, BUMN hanya memiliki core value saja yaitu AKHLAK, ada BUMN yang belum memiliki code of conduct sebagai bentuk pengimplementasian.
Sehingga nanti jika terdapat kerugian bisnis maka perlu dilihat dari ketentuan core of conduct apakah tindakan yang dilakukan direksi telah sesuai atau tidak.
Hal tersebut juga sebagai sarana untuk memisahkan antara kerugian bisnis dan kerugian negara yang merupakan tindak pidana korupsi.
Baca juga: Haji Isam Buka Suara soal Paman Birin jadi Tersangka Suap di KPK
Selain itu, pemahaman terkait safe harbor dalam pengurusan perseroan juga dibutuhkan sebagai pedoman direksi dan komisaris dalam pengurusan perseroan yaitu berupa prinsip-prinsip BJR.
Narendra juga menyampaikan, saat ini dalam RPJP penegakan hukum di Indonesia sedang digodok konsep tentang Deferred Prosecution Agreement, yaitu merupakan salah satu treatment penyelesaian perkara tindak pidana di sektor bisnis dengan menggunakan pendekatan pengembalian atau pemulihan kerugian.
Proses tersebut digunakan untuk mengakomodir kepentingan korporasi termasuk BUMN yang mengalami kerugian.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, melihat masih terdapat perbedaan pemahaman antara keuangan milik BUMN dengan keuangan negara.
Hal tersebut dapat terlihat dari beberapa regulasi, terutama terdapat perbedaan antara regulasi yang ada pada Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Undang-Undang Nomomr 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Pada ketentuan Pasal 4 Undang-undang BUMN menjelaskan modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang berasal dari APBN.
Di sisi lain, menurut penjelasan umum UU Tipikor menegaskan keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan.
Termasuk di dalam keuangan negara tersebut segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang ditimbulkan salah satunya karena berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD.
Konsep tersebut juga dipertegas dalam ketentuan Pasal 2 UU Perbendaharaan Negara.
Baca juga: Kuasa Hukum Bantah Tudingan Iptu Rudiana Cairkan Asuransi Almarhum Eki: Tidak Benar Bohong Semua
Hikmahanto berpendapat, secara doktrin jika sudah dipisahkan antara keuangan negara dengan keuangan BUMN, tidak tepat menganggap keuangan BUMN sebagai keuangan negara.
Karena mengelola keuangan negara dengan mengelola keuangan BUMN merupakan dua hal yang berbeda.
“Selain itu penerapan konsep uang BUMN
merupakan uang begara tersebut juga bertentangan dengan pemisahan uang publik dan uang privat," ujarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi
KPK
Kejaksaan Agung
Febri Diansyah
Yunus Husein
Narendra Jatna
Hikmahanto Juwana
pidana korupsi
BUMN
Kerugian negara
KPK Tahan 5 Tersangka Kasus Korupsi Pencairan Kredit Fiktif BPR Jepara Artha |
![]() |
---|
Petani Disarankan Pilih Benih Padi Bersertifikat Agar Hasil Panen Melimpah |
![]() |
---|
Kejagung Pastikan Tak Lagi Wakili Wapres Gibran dalam Sidang Gugatan Ijazah di PN Jakpus |
![]() |
---|
Kejagung Sita Aset Tanah Milik Eks Pejabat MA Zarof Ricar Terkait Kasus TPPU, Nilainya Rp 35 Miliar |
![]() |
---|
Kejagung Beberkan Alasan Batal Jadi Kuasa Hukum Gibran: Penggugat Sebut Gugatan Bersifat Pribadi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.