Pengamat: Penanganan Isu-isu Terorisme Terlalu Jakarta Sentris
Pengamat terorisme, Noor Huda Ismail juga mendorong adanya desentralisasi penanganan pencegahan terorisme.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat terorisme, Noor Huda Ismail juga mendorong adanya desentralisasi penanganan pencegahan terorisme.
Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian melihat selama ini penanganan isu-isu terorisme terlalu Jakarta-sentris.
"Saya melihat pengetahuan antara pusat dengan daerah sangat jomplang. Padahal banyak dari kasus terorisme lahir di daerah-daerah," ujar Noor Huda di sela-sela pelucuran bukunya Narasi Mematikan: Pendanaan Teror di Indonesia" yang resmi diluncurkan di Universitas Paramadina Jakarta, belum lama ini.
Noor Huda juga berharap adanya kesiapan masyarakat (community preparedness) di Indonesia menghadapi fenomena terorisme apalagi data dari World Giving Index 2022 di mana Indonesia menjadi negara dermawan nomor wahid di Indonesia.
"Tak terhindarkan, kedermawanan ini menjadi celah yang dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan mereka," kata Huda.
Kelompok teroris juga memperoleh pendanaan melalui jalur-jalur formal seperti mendirikan LSM, yayasan, lembaga pendidikan, serta memakai teknologi baru seperti cryptocurrency.
"Dari sini ternyata terjadi pergeseran strategi, dan narasi telah menjadi unsur penting untuk mendapatkan pendanaan tersebut," kata Huda.
Terkait peluncuran bukunya ini, pria yang kini aktif sebagai visiting fellow di RSIS, Nanyang Technological University (NTU), Singapura dimaksudkan menciptakan kesadaran bagi para pemangku kepentingan agar memperhatikan isu ini secara serius.
Alumnus Monash University, melihat sudah banyak pemangku kepentingan yang menangani isu terorisme, mulai dari Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Sosial, hingga Kementerian Luar Negeri.
Namun dirinya melihat koordinasi antar-instansi tersebut kurang terjalin dengan baik.
"Saya berharap buku ini bisa menciptakan institutional memory di masing-masing lembaga tersebut, sehingga ketika seorang pejabat digantikan orang lain transfer knowledge-nya bisa lebih lancar," ujar Noor Huda.
Munir Kartono, eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan mantan simpatisan ISIS mengatakan, pendanaan merupakan urat nadi dalam tindakan terorisme selain ideologi.
"Di saat aksi terorisme yang menurun maka pendanaan terorisme bak hantu yang terus bergerilya mencari celah dan cara baru untuk tetap bergerak," kata Munir yang menjadi salah satu panelis dalam acara launching buku 'Narasi mematikan Pendanaan Teror di Indonesia dan Screening Film Dokumenter' hari ini.
Terkait buku Noor Hufa ini, Munir mengatakan, tidak hanya menginformasikan tentang aksi-aksi pendanaan terorisme saja.
Baca juga: Cegah Terorisme Jelang Pemilu, Wapres Minta BNPT Awasi Media Sosial
"Tapi buku ini juga menunjukkan bagaimana orang-orang yang terlibat dalam tindak pidana terorisme juga ada yang terpelajar, tidak gaptek, dan terus berusaha dengan teknologi untuk melakukan aksi pendanaan terorisme untuk masa depan," katanya.
CICSR Soroti Keterlibatan Anak-anak dan Penggunaan Bom Molotov: Sudah Mengarah Terorisme |
![]() |
---|
Pemerintah Kaji Pemulangan WNI Napi Terorisme di Luar Negeri, Antara Kemanusiaan dan Diplomasi |
![]() |
---|
Batas Waktu Pengajuan Kompensasi Korban Terorisme Diperpanjang dari Tiga Tahun Jadi 10 Tahun |
![]() |
---|
Sosok Taufiq Rifqi, Napi Kasus Terorisme di Filipina yang Ajukan Permohonan Pemulangan ke Indonesia |
![]() |
---|
Yusril Sebut Ada Keluarga Minta WNI Terpidana Kasus Pengeboman di Filipina Dipulangkan ke Tanah Air |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.