Jumat, 3 Oktober 2025

Pemilu 2024

MK Tolak Gugatan PKN, Partai Baru Tetap Tak Bisa Calonkan Presiden

Pertama, ucap Anwar Usman, MK memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini. Kedua, pemohon dalam perkara ini dinilai tidak memiliki legal standing.

Penulis: Naufal Lanten
Tribunnews.com/Naufal Lanten
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan perkara pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Kamis (30/3/2023). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan perkara pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Kamis (30/3/2023).

Diketahui, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) menggugat Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya perihal ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ke MK.

Mahkamah pun memutuskan menolak gugatan pada sidang perkara nomor 16/PUU-XXI/2023 itu.

“Mengadili, permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Anwar Usman yang meminpin sidang tersebut.

Ia menambahkan bahwa Mahkamah memiliki tiga poin kesimpilulan sebagai landasan keputusan tersebut.

Pertama, ucap Anwar Usman, MK memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini. Kedua, pemohon dalam perkara ini dinilai tidak memiliki legal standing.

Sehingga pada poin ketiga, pokok permohonan. perkara ini tidak dipertimbangkan.

Hakim konstitusi Wahidudin Adams menjelaskan bahwa PKN tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam perkara ini.

Baca juga: Capres dan Cawapres saat ini Dinilai Belum Ada yang Mewakili dan Menjawab Persoalan Anak Muda 

Sebab dalam Pasal 222 UU 7/2017 tersebut, lanjut dia, menyatakan bahwa ketentuan calon presiden dan wakil presiden dapat dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu yang telah memenuhi persyaratan ambang batas perolehan kursi paling sedikit 20 persen untuk DPR RI dan 25 persen dari suara sah nasional pada Pemilihan Legislatif sebelumnya.

“Menimbang bahwa berdasarkan uraian di atas menurut mahkamah pemohon tidak memilki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” kata Wahidudin.

Sementara itu hakim konstitusi lainnya, Saldi Isra menyampikan pendapat berbeda atau disenting opinion perihal kedudukan hukum pemohon dalam mengajukan permohonan.

Untuk informasi, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara Gede Pasek Suardika menggugat Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.

Ia menilai pasal soal ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden itu diskriminatif dan berharap agar pasal itu dinyatakan inkonstitusional.

Oleh karenanya, partai politik pendatang baru dalam pemilu bisa turut mencalonkan presiden-wakil presiden.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved