Pemilu 2024
KPU Akui Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, Klaim Demi Efektivitas Pengawasan
Koalisi menyoroti adanya potensi mark-up dalam pengadaan jasa sewa jet pribadi, dengan selisih antara nilai kontrak dan pagu anggaran yang disebut men
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengakui penggunaan jet pribadi atau private jet selama proses Pemilu 2024.
Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, menyebut langkah ini diambil untuk meningkatkan efektivitas pengawasan dan melakukan inspeksi mendadak terhadap jajaran KPU di daerah.
"Merasa diawasi langsung, maka secara psikologis KPU daerah bekerja sesuai target dan timeline yang telah ditetapkan. Dalam hal ini KPU RI tidak hanya menerima laporan tapi langsung memantau ke lapangan," ujar Afif dalam keterangannya, Sabtu (24/5/2025).
Menurutnya, inspeksi tersebut berdampak langsung terhadap kesiapan distribusi logistik Pemilu 2024.
Kesalahan dalam pengadaan, pengepakan, hingga distribusi logistik dapat diminimalkan, terutama di daerah-daerah yang sebelumnya kerap mengalami keterlambatan.
“Berbagai daerah yang biasanya langganan terjadi keterlambatan logistik pada pemilu sebelumnya, dapat diselesaikan tepat waktu pada pemilu 2024,” ujarnya.
Afif juga mengklaim, penggunaan jet pribadi mendukung efisiensi anggaran logistik.
"Bahkan secara umum, anggaran logistik Pemilu 2024 dilakukan efisiensi sekitar Rp380 miliar,” tegasnya.
Baca juga: Susno Duadji Bicara Keadilan dalam Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi

Namun, kebijakan ini menuai sorotan publik. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi—yang terdiri dari Transparency International Indonesia, Themis Indonesia, dan Trend Asia—melaporkan dugaan penyimpangan penggunaan anggaran ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal Mei 2025.
Koalisi menyoroti adanya potensi mark-up dalam pengadaan jasa sewa jet pribadi, dengan selisih antara nilai kontrak dan pagu anggaran yang disebut mencapai Rp19 miliar.
Selain ke KPK, koalisi juga melaporkan seluruh anggota KPU dan Sekretaris Jenderal KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran kode etik.
Laporan tersebut dilayangkan pada 22 Mei 2025, dengan fokus pada proses pengadaan yang dinilai tidak transparan, termasuk penggunaan e-katalog tertutup dan pemilihan penyedia jasa yang dianggap belum berpengalaman.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.