MK Putuskan Tidak Menerima Uji Materiil UU Desa, Masa Jabatan Kades Maksimal Tetap 18 Tahun
MK enggan mengabulkan permohonan terkait pemotongan masa periodisasi jabatan Kepala Desa menjadi 5 tahun dengan 2 periode

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima Pengujian Materiil Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam putusan perkara 15/PUU-XXI/2023 pada sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2023).
MK enggan mengabulkan permohonan terkait pemotongan masa periodisasi jabatan Kepala Desa menjadi 5 tahun dengan 2 periode.
Sebagaimana diketaui, perkara 15/PUU-XXI/2023 diajukan oleh pemohon Eliadi Hulu, dalam permohonannya Eliadi menyebut pembatasan masa jabatan kepala desa selama 6 tahun dengan 3 periode wajib disesuaikan dengan pembatasan yang telah ditetapkan oleh UUD 1945 yaitu 5 tahun dengan periodisasi sebanyak 2 kali.
Eliadi menilai, hal tersebut merupakan prinsip dasar yang harus dibatasi secara rasional.
Baca juga: Kecewa Gugatan Tak Diterima MK, PKN Heran Disebut Tak Punya Legal Standing
Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan masa jabatan presiden, gubernur, dan bupati/walikota agar terciptanya keadilan bagi seluruh pemegang kekuasaan dan jabatan politis yang diperoleh melalui proses pemilihan.
"Menyatakan permohonan Pemohon I berkenaan dengan pengujian penjelasan Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang desa (Lembar Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 7 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495) tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman saat memimpin sidang putusan tersebut.
Dalam pertimbangan hukum yang dibackan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi menilai bahwa ketentuan norma pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 UU nomor 6 tahun 2014, tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana ditentukkan dalam UUD 1945.
"Bahwa berkenaan dengan masa jabatan publik pada umumnya, UUD 1945 hanya menentukan secara ekplisit pembatasan masa jabatan untuk beberapa jabatan publik saja. Dalam hal ini jabatan kepala desa tidak diatur dalam UUD 1945 melainkan diatur dalam UU," kata Enny.
Dengan Kondisi tersebut, dia menyebut apabila terdapat pembedaan mengenai jangka waktu kepala desa menjabat dengan masa jabatan publik lainnya.
Hal itu merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang.
"Oleh karena itu, tidaklah relevan untuk mempersamakan antara masa jabatan kepala desa dengan masa jabatan publik lainnya, termasuk dengan masa jabatan presiden dan wakil presiden serta masa jabatan kepala daerah," ucap Enny..
Menanggapi putusan Hakkm Konstitusi, pemohon Eliadi Hulu yang diwakili prinsipalnya yakni Saiful Salim dan Subadria Nuka mengaku kecewa dengan keputusan tersebut.
"Yang pasti penolakan hari ini menurut kami menilai bahwa hak konstitusional kami itu diabaikan. Kemudian bahwa putusan ini dianggap dikembalikan kepada kewenangan DPR RI sebagai open legal policy, kami menganggap bawa batasan soal open legal policy ini agak sedikit rumit, kenapa karena menurut kami tidak ada kepastian hukumnya," kata Saiful.
Baca juga: Pengakuan Suami Kades Pembuang Bayi di Tulungagung, Malu Punya Anak dari Hasil Hubungan Terlarang
Dewan Pers Dukung Uji Materi Pasal 8 UU Pers ke MK: Aturan Dinilai Abstrak dan Multitafsir |
![]() |
---|
Kondisi Belum Kondusif Akibat Demo, Pemerintah dan DPR Minta Sidang di MK Secara Daring |
![]() |
---|
Ahli Sebut Alasan Kondisi Fisik Tidak Relevan Bedakan Usia Pensiun Guru dan Dosen |
![]() |
---|
HNW Dukung Putusan MK Agar DPR Segera Revisi UU Zakat: Maksimalkan Manfaat dan Potensi Zakat |
![]() |
---|
Sidang MK Soal Polisi Duduki Jabatan Sipil Ditunda, Pemerintah dan DPR Belum Siap |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.