Sabtu, 4 Oktober 2025

Pensiunan ASN Kemenkeu Bilang Sistem Rekapitulasi Pemilu Pembodohan Publik, Sarankan Diganti

Dia menggugat aturan yang menurutnya aneh tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK), agar proses itu tak lagi dipakai di Pemilu 2029.

Tribunnews/Mario Christian Sumampow
REKAP PEMILU BODOHI RAKYAT - Pensiunan ASN Kementerian Keuangan bernama Almizan Ulfa yang menjadi pemohon perkara  141/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (22/8/2025). Dia menilai sistem rekapitulasi manual berjenjang dalam proses Pemilu 5 tahunan di Indonesia sebagai pembodohan publik. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pensiunan ASN Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Almizan Ulfa menyebut sistem rekapitulasi manual berjenjang dalam proses Pemilu 5 tahunan di Indonesia sebagai pembodohan publik.

Dia menggugat aturan yang menurutnya aneh tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK), agar proses itu tak lagi dipakai di Pemilu 2029.

“Rekapitulasi manual berjenjang itu pemborosan dan pembodohan publik,” kata Almizan saat diwawancara di Gedung MK, Jakarta, Jumat (22/8/2025).

Menurutnya, proses penghitungan hasil pemilu sudah cukup menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang semula fungsinya hanya sebagai aplikasi penyanding hasil penghitungan suara.

Jika menggunakan tahapan seperti pemilu sebelumnya, dalam proses penyandingan data, itu dirasa dapat memicu banyak masalah.

“Masalahnya sangat besar. Biaya sangat besar dan manipulasi itu indikasinya sangat besar,” tuturnya.

Ada lima pemohon yang menggugat, mereka dari ragam latar belakang berbeda. Selain pensiunan ASN, ada pula dosen hingga mahasiswa.

Permohonannya terdaftar dalam nomor perkara 141/PUU-XXIII/2025.

MK Arahkan ke DPR

Dalam sidang perdana, hakim Daniel Yusmic justru mengarahkan para pemohon untuk mengajukan gagasan ini ke DPR. Mengingat saat ini Revisi Undang-Undang Pemilu akan segera dibahas.

“DPR dan pemerintah kalau tidak salah sedang proses perubahan Undang-Undang Pemilu, justru kajian ini kalau diajukan ke DPR mereka senang. Mumpung ini kan pemilu masih lama, ide gagasan yang ada di sini menarik sebetulnya kalau hasil penelitian,” tuturnya.

Baca juga: Ubah Jumlah Suara saat Rekapitulasi Pemilu 2024, Ketua KPU Garut Dipecat

“Cuma kalau ini diajukan ke MK, menyatakan ini inkonstitusional, maka harus diperkuat alasan-alasan filosofis, sosiologis dan yuridis,” sambung Daniel.

Hal itu penting, tegasnya, mengingat semua norma pasal-pasal yang digugat ini sudah ada pertimbangannya di dalam risalah pembahasan undang-undang.

“Ini coba dipertimbangkan, apakah tepat diajukan ke MK atau mumpung sekarang DPR ini sedang perubahan, datang ke fraksi-fraksi. Saya kira ini menarik,” pungkasnya.

Baca juga: KPU Minta Pihak yang Keberatan soal Rekapitulasi Pemilu 2024 Lapor ke Bawaslu: Bawa Buktinya

Sejumlah pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diuji yaitu Pasal 381 ayat (1), Pasal 393 ayat (2), Pasal 397 ayat (1), Pasal 398 ayat (2), Pasal 402 ayat (2), dan Pasal 405 ayat (2). 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved