Jumat, 3 Oktober 2025

Berikut Deretan Nama Hakim Mahkamah Konstitusi yang Dilaporkan ke Polisi, Termasuk Anwar Usman

Masalah ini bermula ketika Mahkamah Konstitusi (MK) diduga mengubah substansi putusan uji materi perkara nomor 103/PUU-XX/2022.

net
Ilustrasi palu hakim 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ikut terseret dalam nama-nama Hakim MK yang dilaporkan seorang advokat ke Polda Metro Jaya.

Masalah ini bermula ketika Mahkamah Konstitusi (MK) diduga mengubah substansi putusan uji materi perkara nomor 103/PUU-XX/2022.

Sebab, kalimat pada petikan putusan yang dibacakan hakim di ruang sidang berbeda dengan yang ada di salinan putusan.

Dugaan perubahan substansi ini diungkap oleh penggugat perkara nomor 103/PUU-XX/2022, yakni Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.

Zico menduga ada individu hakim mengganti substansi itu sebelum di-publish di website MK.

Diketahui, advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak melalui tiga kuasa hukumnya melaporkan sembilan Hakim MK dan dua panitera.

Laporan ini atas dugaan perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK yang membahas pencopotan Hakim Aswanto.

"Hari ini kita baru saja membuat laporan polisi. Pada laporan kali ini kita membuat laporan 9 hakim konstitusi dan juga 1 panitera, 1 panitera pengganti atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu," kata Leon kepada awak media ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu (1/2/2023).

Selain Ketua MH Anwar Usman, Hakim Enny Nurbaningsih yang menjadi anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga turut dalam deretan nama hakim yang dilaporkan.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tolak Permohonan Gugatan Pernikahan Beda Agama, Ini Pertimbangannya

Adapun berikut seluruh nama hakim dan panitera yang dilaporkan oleh Zico ke Polda Metro Jaya.

1. Anwar Usman (Hakim Konstitusi)

2. Arief Hidayat (Hakim Konstitusi)

3. Wahiduddin Adams (Hakim Konstitusi)

4. Suhartoyo (Hakim Konstitusi)

5. Manahan M. P. Sitompul (Hakim Konstitusi)

6. Saldi Isra (Hakim Konstitusi)

7. Enny Nurbaningsih (Hakim Konstitusi)

8. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh (Hakim Konstitusi)

9. M. Guntur Hamzah (Hakim Konstitusi)

10. Muhidin (Panitera Perkara No. 103/PUU-XX/2022)

11. Nurlidya Stephanny Hikmah (Panitera Pengganti Perkara No. 103/PUU-XX/2022)

Leon melanjutkan, pihaknya tetap memercayakan MK untuk menangani kasus substansi frasa ini melalui lembaga baru yang dibuat oleh MK, yakni Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Namun di satu sisi pihaknya mempercayakan kepolisian untuk menangani perkara pidana ini. Ditambah lagi pihaknya meyakini adanya penyalahgunaan dalam perkara yang masih berlangsung.

"Kita percayakan kepada MK untuk menjalankan etik, akan tetapi untuk perkara pidana kita akan jalankan juga," kata Leon.

"Terdapat beberapa oknum juga yang diduga menerima penyalagunaan wewenang dan sekarang di Mahkamah konstitusi dan sekarang kita tempuh jalur pidana terhadap pemalsuan dari subtansi isu putusan," tambahnya.

Dikutip dari Kompas.com, sebelumnya perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK diduga disengaja diubah.

Advokat selaku pemohon dalam perkara itu berpandangan, perubahan itu tidak mungkin sekadar salah ketik atau typo karena tertuang di risalah sidang yang merupakan transkrip dari pembicaraan dalam sidang.

"Saya yakin ini enggak mungkin typo karena bukan di putusan doang, di risalah. Risalah itu adalah transkrip kata-kata pada saat sidang. Tidak pernah saya menemukan risalah tuh berubah juga, beda dari yang diucapkan di sidang," kata Zico saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/1/2023).

Dugaan perubahan ini ditemukan Zico saat mendapati adanya perbedaan antara frasa yang dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang diterimanya, yakni dari "dengan demikian, ..." menjadi "ke depan, ...".

"Pada saat dibacakan itu hakim konstitusi Saldi Isra A, 'dengan demikian hakim konstitusi hanya bisa diganti jika sesuai dengan ketentuan pasal 23 UU MK'," ujar Zico.

"Tapi, di putusan dan risalah sidang, risalah lho, notulen sidang itu, itu kata-katanya 'ke depan', 'ke depan hakim konstitusi hanya boleh diganti sesuai dengan pasal 23'," katanya lagi.

Secara utuh, putusan yang dibacakan Saldi Isra adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.

Sedangkan, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis: “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved