Jumat, 3 Oktober 2025

Data Pribadi Warga Bisa Terkirim ke Luar Negeri, MK Pertanyakan Keamanannya

MK pertanyakan keamanan data warga yang dikirim ke luar negeri. UU PDP dinilai belum beri perlindungan cukup.

mkri.id
UJI MATERI UU PDP — Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah didampingi Daniel Yusmic P. Foekh dan Ridwan Mansyur memimpin persidangan di ruang sidang MK, Rabu (19/3/2025). Dalam sidang uji materi UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Selasa (23/9/2025), Guntur mempertanyakan jaminan keamanan data warga yang ditransfer ke luar negeri. 

Ringkasan Utama

Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan jaminan keamanan data pribadi warga Indonesia yang ditransfer ke luar negeri. Hakim Guntur Hamzah menyoroti minimnya transparansi pemerintah soal negara-negara tujuan transfer data dalam sidang uji materi UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Pemohon Rega Felix menilai Pasal 56 UU PDP belum memberi perlindungan memadai dan berpotensi melanggar hak konstitusional warga.

  
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyoroti lemahnya transparansi pemerintah dalam menjamin keamanan data pribadi warga Indonesia yang ditransfer ke luar negeri. Hal ini disampaikan Hakim Konstitusi, M Guntur Hamzah, dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), Selasa (23/9/2025).

Guntur mempertanyakan bagaimana publik bisa mengetahui negara mana saja yang memiliki standar perlindungan data pribadi yang setara atau lebih tinggi dari Indonesia.

“Bagaimana warga masyarakat ini yang memiliki data pribadi ini bisa mengetahui bahwa itu yang di sana, di luar negeri itu, memiliki tingkat perlindungan data pribadi yang setara atau lebih tinggi,” ujar Guntur dalam sidang di Gedung MK.

Ia menegaskan perlunya mekanisme transparan dari pemerintah, seperti daftar resmi negara-negara yang dinilai aman untuk transfer data.

“Apakah pemerintah bisa, misalnya, membuat daftar resmi berdasarkan kajian—ini loh, negara-negara yang memiliki tingkat perlindungan data pribadi yang setara, bahkan mungkin lebih tinggi,” tuturnya.

Pertanyaan Guntur muncul dalam perkara 137/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh Rega Felix, seorang dosen hukum dan advokat. Ia menguji Pasal 56 UU PDP yang mengatur syarat transfer data pribadi ke luar negeri, karena dinilai belum memberikan perlindungan yang memadai bagi subjek data.

Rega menyoroti kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat yang dilakukan tanpa persetujuan rakyat sebagai subjek data. Ia menilai hal ini berpotensi melanggar Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 tentang perlindungan atas diri pribadi dan data warga negara.

“Data pribadi rakyat yang dikuasai pemerintah di wilayah Tanah Air saja seperti data kependudukan dan catatan sipil telah terjadi kebocoran bahkan peretasan. Apalagi jika ditransfer ke luar negeri,” ujar Rega dalam sidang pemeriksaan lanjutan.

Ia juga menyoroti risiko tambahan karena Amerika Serikat merupakan negara pengembang teknologi kecerdasan buatan (AI), yang dapat memanfaatkan data pribadi secara masif.

Baca juga: Kekerasan oleh Oknum TNI: Mengapa Revisi UU Peradilan Militer Tak Bisa Ditunda Lagi

Pasal 56 UU PDP yang digugat berbunyi bahwa pengendali data pribadi dapat melakukan transfer ke luar negeri jika negara tujuan memiliki perlindungan yang setara. Namun, tidak dijelaskan siapa yang menetapkan standar tersebut dan bagaimana persetujuan rakyat diakomodasi.

Dalam sidang yang sama, perwakilan pemerintah melalui Dirjen Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar, menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk menggugat UU PDP. Pemerintah menilai permohonan tidak memenuhi syarat sesuai Pasal 51 UU MK.

Hingga berita ini diturunkan, MK belum memutus perkara tersebut. Namun sidang ini membuka ruang diskusi publik soal transparansi, kedaulatan data, dan perlindungan warga di era digital.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved