Anjloknya IPK Indonesia 2022 Dinilai ICW Sebagai Gagal Total Pemberantasan Korupsi Era Jokowi
(ICW) menilai gembar-gembor narasi penguatan pemberantasan korupsi yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo tak pernah terbukti.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai gembar-gembor narasi penguatan pemberantasan korupsi yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo tak pernah terbukti.
Alih-alih membaik, nasib pemberantasan korupsi justru kian mundur belakangan waktu terakhir.
Itu disampaikan ICW untuk merespons merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2022 yang anjlok empat poin yaitu dari 38 menjadi 34.
Tak cukup itu, berdasarkan rilis yang diungkapkan Transparency International Indonesia (TII), peringkat Indonesia pun terjun bebas, dari 96 menjadi 110.
"Merujuk pada temuan TII, tak salah jika kemudian disimpulkan bahwa Indonesia layak dan pantas dikategorikan sebagai negara korup," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Rabu (1/2/2023).
Salah satu di antara sekian banyak variabel yang disorot oleh TII dalam paparan IPK adalah maraknya korupsi politik di Indonesia.
Menurut Kurnia, analisa tersebut tentu benar jika dikaitkan dengan realita saat ini.
Ia membeberkan, berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2004 sampai 2022, pelaku yang berasal dari lingkup politik, baik anggota legislatif maupun kepala daerah, menempati posisi puncak dengan total 521 orang.
"Ini menandakan, program pencegahan maupun penindakan yang diusung pemangku kepentingan gagal total," katanya.
ICW mencoba mengurai sejumlah persoalan korupsi politik yang mengakibatkan IPK Indonesia terpuruk.
Pertama, Kurnia menyebut KPK yang selama ini gencar memberantas korupsi politik, justru dilemahkan oleh Presiden Jokowi melalui perubahan Undang-Undang (UU) KPK.
Tidak cukup itu, lanjutnya, Jokowi juga disebut membiarkan figur-figur bermasalah memimpin lembaga antirasuah.
"Sekalipun ada yang ditindak, misal, Juliari P. Batubara dan Edhy Prabowo, namun penuntasan perkara itu masih menemui jalan buntu. Sehingga wajar saja jika responden yang terlibat dalam pengumpulan data untuk penilaian IPK menaruh rasa pesimis terhadap pembenahan sektor politik," sebutnya.
Kedua, ICW mengkritisi sikap pemerintah melalui menteri-menteri di dalam Kabinet Indonesia Maju cenderung permisif terhadap kejahatan korupsi.
Kurnia mencontohkan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, sempat berulang kali mengomentari mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan kalimat destruktif.
Nasib Pilu Produsen Alsintan Madiun: Jokowi Janji Beli 1.000 Unit 10 Tahun Lalu, Kini Malah Merugi |
![]() |
---|
KPK Ingatkan Potensi Korupsi Rp 200 T di Bank Himbara, Menkeu Purbaya: Potensi Pasti Ada |
![]() |
---|
Sosok Hilman Latief, Dirjen PHU Kemenag Diperiksa KPK, Diduga Terima Aliran Dana Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
Seperti Jokowi, Prabowo Sering Lakukan Reshuffle pada Hari Rabu, Murid Tiru Guru? |
![]() |
---|
Sertijab di Kemenpora RI, Momen Dito Ariotedjo Candai Roy Suryo soal Ijazah Erick Thohir: Aman, Pak? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.