Jumat, 3 Oktober 2025

Kaleidoskop 2020

Kaleidoskop 2020: Di Masa Pandemi Covid-19, DPR RI Sahkan Sejumlah UU Kontroversi

Pandemi Covid-19 yang terjadi tidak menyurutkan semangat DPR RI untuk melakukan tugas dan fungsi kelembagaan.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Ilustrasi rapat paripurna DPR RI. 

Selain materi pasal, UU ini juga dikritik karena hanya dibahas tiga hari selama 25-28 Agustus 2020 sebelum akhirnya disahkan oleh DPR dan pemerintah.

3. RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

DPR RI mengesahkan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi Undang-Undang, Selasa (1/9/2020).

Revisi UU MK itu menuai penolakan dari berbagai kelompok dan koalisi masyarakat sipil.

Mereka menganggap sejumlah pasal dalam aturan ini sarat barter kepentingan antara DPR dan MK.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan pengesahan UU MK tersebut sangatlah sarat dengan benturan kepentingan.

"Bagi saya dalam batas penalaran yang wajar pengesahan UU MK sangat sarat dengan benturan kepentingan," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (3/9/2020).

Ada sejumlah perubahan dalam aturan ini antara lain, kenaikan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK yang semula 2,5 tahun menjadi 5 tahun, syarat usia jabatan hakim konstitusi, masa jabatan hakim konstitusi yang dapat mengakhiri masa tugas sampai usia 70 tahun, hingga pengurangan susunan Majelis Kehormatan.

Selain itu, yang disorot dari revisi UU MK ini adalah waktu pembahasan yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah hanya dalam 7 hari.

Sehingga mengandung sejumlah permasalahan konstitusional.

"Pemilihan pengujian undang-undang di MK menjadi opsi yang paling tepat mengingat tidak ada forum konstitusional lain yang diberikan oleh UUD 1945 untuk mengoreksi ketentuan UU tentang Mahkamah Konstitusi yang bermasalah," kata Koordinator Bidang Konstitusi dan Ketatanegaraan KoDe Inisiatif, Violla Reininda dalam keterangannya, Selasa (8/9/2020).

Baca juga: Wakil Ketua Komisi VIII DPR: Mahasiswa Tetap Harus Kritis Terhadap Kebijakan Pemerintah

Revisi UU MK dinilai tak hanya bermasalah dari sisi prosedural, tapi juga secara materi yang dinilai tidak substantif, tidak mendesak, dan sarat akan kepentingan politik.

Violla menilai pembentuk UU memiliki itikad buruk untuk membajak dan menjadikan MK sebagai kaki tangan penguasa di cabang kekuasaan kehakiman.

"Disahkannya UU Mahkamah Konstitusi memberikan implikasi deteriorasi moralitas berkonstitusi yang serius. Terlebih, revisi UU ini membahayakan bagi kemerdekaan MK ke depan, berpotensi menurunkan kredibilitas MK di mata publik, dan mereduksi fungsi checks and balances MK terhadap kekuasaan legislatif dan eksekutif," ujarnya.

Atas dasar itu, sejumlah lembaga masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Save Mahkamah Konstitusi akan mengajukan gugatan revisi Undang-Undang (UU) Mahkamah Konstitusi (MK) ke MK.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved